Tahun itu-tepatnya 7 tahun yang lalu, di tengah hiruk-pikuk acara penutupan tawajjuh-masa orientasi santri baru-semua santri dikumpulkan di lapangan pesantren.
Pondok Pesantren Nurul Qolbi tepatnya, pesantren yang sudah berdiri hampir 10 tahun. Saat itu, Rayyan Al Ghifari
seorang santri baru namun sudah dikenal oleh para senior, berdiri diam di pinggir lapangan. Tatapannya lurus ke satu arah, tanpa kedip. Bukan ke langit, tapi ke sosok perempuan berjilbab hitam dengan panjang sedada yang tengah berlari mengikuti lomba kecil antar santri. Nayla Zahra Ramadhani.
Pertemuan itu menjadi titik awal. Tatapan waktu pertama kali itu akan tetap sama, dalam. Namun, Seiring mereka berusaha saling memahami melalui percakapan singkat, interaksi terbatas, dan doa-doa yang tak pernah saling disebutkan namanya. Dalam kesunyian pesantren, tumbuh perasaan yang tak bisa dipeluk-karena meraka tahu, cinta yang tuluspun bisa diuji oleh prinsip, waktu, dan arah hidup.
Lantas bagaimana dengan cara mereka menyelesaikan masalah yang tengah di alami?
Apakah tetap sejalan atau malah pernah sejalan?
***
Cerita pertama!
Jadi murni hasil pemikiran dan rekayasa penulis :)
Sebenarnya hati Lionel itu baik dan suci, tapi cuma waktu bayi.
Dia orangnya penolong, buktinya mau bantuin anak kecil yang dibuang orang tuanya. Bantuin buat bunuh ibunya.
"Lo kenapa?"
"Aku dibuang sama mama, kak.."
"Ck ck ck. Kasihan banget. Ayo bunuh ibu lo, gue bantuin."
Lionel itu ... kejam. Dan bagaimana mungkin anak berandal yang beberapa kali masuk sel ini, malah banyak yang menyayangi?
Deskripsi diubah 14 November 2025