Ketika dua mobil mewah berhenti di depan sebuah kediaman megah bak istana, sebuah kisah penuh kehangatan keluarga, persahabatan, dan amanah besar dari masa lampau pun dimulai.
Pasangan Alian dan Aminah, yang pernah bertahun-tahun menanti hadirnya seorang anak, kini mendatangi Pondok Pesantren Ar-Rasyid bersama delapan buah hati yang Allah titipkan dalam cara paling menakjubkan, kembar, kembar lagi, lalu kembar lagi... hingga lahirlah seorang putri bungsu yang cantiknya memikat siapapun yang memandang.
Kedatangan mereka bukan sekadar kunjungan keluarga. Ada amanah besar yang hendak mereka titipkan, masa depan tujuh putra mereka. Dan ada satu dilema yang menyesakkan dada, si bungsu yang tak pernah mau jauh dari kakak-kakaknya.
Di balik pintu rumah utama Ar-Rasyid, nostalgia meledak. Dua sahabat lama kembali berjumpa. Dua keluarga besar kembali bersatu. Dan tradisi pondok yang dibangun sejak masa nenek moyang kembali menyambut generasi baru.
Namun kehangatan itu menyembunyikan sesuatu yang lebih dalam.
Akankah para pangeran kecil itu siap menghadapi kehidupan baru di pondok?
Mampukah si bungsu menerima perpisahan dengan ketujuh penjaganya yang selama ini mengisi seluruh dunia kecilnya?
Dan... akankah perpisahan itu jadi awal kebahagiaan atau malah menjadi awal masa kelam?
Di tengah nuansa Ramadhan di negeri Bangkoelo, tanah yang menggabungkan ketakwaan, kecanggihan teknologi, dan budaya yang megah, kisah ini menuntun pembaca pada,
kehangatan keluarga,
ikatan persaudaraan yang tak biasa,
rasa syukur yang menyayat hati,
perjalanan spiritual yang menyentuh,
perpisahan yang menyayat hati,
dan anak-anak yang harus dewasa sebelum waktunya.
Sebuah cerita yang mengalir lembut, penuh tawa, air mata, dan momen-momen yang menggetarkan hati.
Karena setiap anak tak hanya membawa cerita, tetapi membawa takdir.