Selalu, selamanya, Toujours.
●○●○●○●○
Lucien menangkup wajah Luzetta dengan tangan yang bergetar. Matanya, semerah anggur yang teroksidasi, menatap gadis itu dengan pemujaan yang mematikan. Jemari pria itu terasa dingin saat membelai pipi Luzetta, lalu turun perlahan menyusuri lehernya, berhenti tepat di atas detak nadi sang gadis yang berdegup panik.
"Kau indah sekali saat ketakutan, Luzetta," bisik Lucien, suaranya serak menahan gairah dan kesedihan yang bergolak.
"Lucien, tolong..." rintih Luzetta, meski jauh di lubuk hatinya, gadis itu tahu permohonan itu tak ada artinya di tempat ini.
Lucien tersenyum, sebuah senyum sedih yang seolah merobek hati siapa pun yang melihatnya. Tangan kanannya terangkat, menggenggam belati perak yang berkilau di bawah cahaya merah Aeterna.
"Dunia di luar sana ingin melahapmu, Sayangku. Api mereka akan menghanguskanmu menjadi abu," katanya lembut, seakan sedang membacakan dongeng tidur. "Tapi aku? Aku hanya akan menghancurkan wadahmu. Jiwamu... jiwamu akan tetap aman di sini, bersamaku. Dalam tidurnya."
Ujung belati itu menyentuh kulit dada Luzetta, menghantarkan rasa dingin yang menjalar ke seluruh tubuh gadis itu.
"Jangan benci aku saat kau bangun nanti," ucap Lucien.
"Lucien-!"
❝𝑻𝒐𝒖𝒋𝒐𝒖𝒓𝒔,❞ bisik pria itu, sebelum ia menekan belati itu menembus tulang rusuk wanita yang dicintainya.
Rasa sakit menusuk tajam, putih dan menyilaukan. Hal terakhir yang dirasakan Luzetta adalah bibir Lucien di keningnya, mengecupnya lembut saat ia tersedak darahnya sendiri.
Dan kemudian, Luzetta terbangun.
●○●○●○●○
⚠️ Content Warning
This story contains dark romance elements, psychological and mental distress, blood, trauma, and mature scenes (18+).
Disarankan membaca dengan bijak.
Di balik gemerlap klub malam "Inferno," Simon De Luca, seorang pria dengan kekuasaan dan pesona yang mematikan, terpesona oleh Elena Grazia Anne, seorang bartender dengan tawa yang menawan. Ketertarikan sesaat berubah menjadi obsesi yang gelap. Simon mulai mengawasi setiap gerak-gerik Elena, memasuki dunianya tanpa izin, dan mempelajari setiap inci kehidupannya dari balik layar.
Elena tidak menyadari tatapan intens yang mengamatinya, tidak tahu bahwa setiap senyum dan air matanya kini menjadi konsumsi pribadi seorang pria yang terobsesi untuk memilikinya sepenuhnya. Simon bertekad untuk menjadi tempat aman Elena, untuk menghapus kesedihan masa lalunya, namun caranya dipenuhi dengan manipulasi dan kontrol.
Saat Simon perlahan merajut jaring di sekeliling Elena, batas antara kekaguman dan kegilaan semakin kabur. Akankah Elena menyadari bahaya yang mengintai sebelum terlambat? Dan apa yang akan terjadi ketika obsesi bertemu dengan kenyataan?