Apa itu sakit? (Devaloxa)

Sejak kecil, ia hanyalah seorang gadis yang terbiasa memeluk semua hal sendirian. Kesedihan yang menumpuk, rasa sakit yang tak pernah diceritakan, trauma yang sesekali muncul tanpa peringatan, kecemasan yang merayap dalam diam, dan tekanan yang membuat napasnya sering tersendat. Ia tidak pernah benar-benar punya tempat untuk meletakkan semua itu, jadi ia menyimpannya di dalam hati yang masih rapuh.

Untuk membuat dunia percaya bahwa dirinya kuat, ia memakai senyum setiap hari. Senyum yang lembut, sopan, dan selalu tampak baik-baik saja. Lama-lama, senyum itu menjadi topeng yang menutupi betapa berat beban yang ia bawa. Air matanya perlahan berhenti keluar, bukan karena tidak ingin, tetapi karena tubuhnya seakan lupa bagaimana caranya menangis.

Hatinya terasa makin hening, makin dingin, seolah perlahan membeku. Ia masih hidup, masih berjalan, tetapi sering merasa kosong di dalam dirinya. Seperti perasaannya menjadi datar dan jauh. Ia hanya mengganggap "hatinya mati," sebuah kata yang mampu mendeskripsikan betapa lelah dirinya memendam terlalu banyak luka tanpa pernah diizinkan melepasnya.

Meski begitu, kisah ini bukan tentang menyerah. Dalam perjalanan hidupnya, perlahan ia bertemu orang-orang yang mampu melihat lebih dalam dari senyumnya. Orang-orang yang tidak meminta ia untuk kuat setiap saat. Dari sana, ia mulai belajar bahwa tidak apa-apa merasa lemah, bahwa setiap perasaan berhak mendapat ruang, dan bahwa ia pantas mendapatkan kenyamanan yang dulu tidak pernah ia miliki.

Perjalanannya adalah tentang menemukan kembali dirinya yang hilang, tentang keberanian untuk membuka lapisan-lapisan luka, tentang belajar bernapas lebih ringan, dan tentang menemukan harapan kecil yang menuntunnya kembali merasakan hangatnya hidup.