Hujan yang turun malam itu menyapu jejak, tapi tidak pernah benar-benar menghapusnya. Tiga kasus pembunuhan beruntun mengguncang kota, masing-masing korban ditemukan tanpa sidik jari, tanpa pola yang jelas, dan tanpa petunjuk yang meninggalkan wajah pelaku dalam catatan polisi. Media menjulukinya The Faceless, sementara kepolisian hanya punya satu kenyataan: pembunuh ini selalu satu langkah lebih cepat.
Arlena Wardhana saksi terakhir yang selamatmenghilang tepat setelah memberikan keterangan awal. Polisi menyangka ia melarikan diri karena trauma, namun detektif muda Ezra Halim tidak percaya. Ada sesuatu dalam ketakutan Arlena, sesuatu yang terdengar seperti ancaman yang tak ia ucapkan.
Ketika rekaman CCTV dari malam sebelum Arlena menghilang muncul, Ezra menemukan bayangan hitam yang menatap langsung ke kamera seolah sadar sedang diawasi. Tatapan itu bukan kebetulan. Tatapan itu seperti pesan.
Dalam pencarian yang diwarnai hujan, darah, dan kebohongan, Ezra menyadari Arlena bukan sekadar saksi. Ia adalah kunci. Wanita itu tahu sesuatuatau seseorangyang membuatnya menjadi target berikutnya. Sementara itu, Arlena berjuang bertahan, dibayangi penyerang yang terus mengikuti dari balik gelap, dan seseorang misterius yang menolongnya tanpa pernah menampakkan identitas.
Semakin jauh Ezra menggali kasus ini, semakin jelas bahwa The Faceless bukan pemburu acak. Ia memilih korbannya dengan alasan yang terhubung pada masa lalu Arlena, masa lalu yang telah ia kubur dalam-dalam. Dan ketika semua potongan mulai terbuka, Ezra harus menghadapi kemungkinan pahit: pelaku mungkin bukan orang yang mereka cari, tapi seseorang yang sudah mereka biarkan masuk terlalu dekat.
Dalam kota yang penuh bayangan, setiap langkah meninggalkan jejak.
Tapi tidak semua jejak punya wajah.
FOLLOW DULU CINTAH
Bagaimana jika seorang remaja transmigrasi ke tubuh seorang duda anak satu?
Yang mana anaknya seumuran dengannya.
Erlan ketua geng yang hobby tauran, suka membully, hingga ia dibunuh oleh salah satu korban bully nya, bukannya ke alam baka, ia malah transmigrasi ke seorang duda anak satu.
Gerlan, duda yang berusia 37 tahun, ia membenci anaknya, hingga anaknya juga
membenci dirinya.
Abian, bocah bebal keras kepala, seperti cerminan jiwa Erlan.
Gerlan waktu seumuran Abian sungguh nakal, hingga karna kenakalannya hadirlah Abian.
Sekarang, Gerlan harus menghadapi anaknya yang lebih parah dari dirinya waktu muda.
Tapi ini Erlan bukan Gerlan. Bocah nakal yang harus merawat bocah bebal.
"Gue... Benaran punya... Anak?"
.
.