
Bencana alam? tidak. Bahkan jika dunia ini kiamat sekalipun, aku akan selalu memilihmu. Kau harus tahu kalau cintaku memang sebesar itu padamu. Kau adalah bagian dari jiwaku. Walaupun aku jauh tak di sisimu, tapi jiwa kita tetap menyatu dan terhubung. Mungkin, aku hanya tidak bisa mengekspresikan diriku terlalu dalam padamu. Sehingga kau terluka, dan sering sekali salah paham padaku. Bagaimana caranya agar kau percaya padaku? Bagaimana caranya agar kau tahu bahwa kehadiranmu bagaikan akar yang tertanam di hatiku? Percayalah, di saat aku merasa indra penglihatanku tak berfungsi, kau datang bagaikan pelangi setelah hujan lama yang mengusik penglihatanku. Tapi itu semua, justru membuatku rendah diri terhadapmu. Kau orang baik hati yang hebat, dan kau lebih kuat dariku. Sedangkan aku pendosa. Bukankah sudah jelas perbedaan-nya? Hal yang akan selalu aku ingat dalam benakku: "Apa kau sekali saja pernah memikirkan-ku?" Aku ingin sekali menjawab itu dengan mengatakan 'Ya, aku selalu memikirkanmu. Namun saat itu, tanpa kau ketahui, kenangan buruk itu datang kembali ke otakku, dan menghantui jiwa ragaku. Pita suaraku seolah tertahan, seperti di tutup rapat oleh ribuan rantai. Rantai itu mengatakan: 'Tidak perlu menjawab, wahai pendosa. Kau tidak pantas menerima ini, pikirkan saja hidupmu yang kelam, neraka menunggumu. Saat itu aku takut dan gemetar hebat. Sampai akhirnya aku lihat air matamu mengalir deras lagi karena bertengkar denganku. Hatiku sesak, jantungku terasa berhenti berdetak. Kumohon, aku sakit hati melihatmu menangis pilu begitu hanya karena ke-egoisan diriku.All Rights Reserved
1 part