
Di sebuah pondok ternama yang selalu riuh oleh bisik-bisik santri, tiga orang sahabat dijuluki Tiga Serangkai: seorang INFJ yang perasa dan peka, seorang ISFJ yang lembut dan loyal, serta seorang ESTJ yang tegas, ceplas-ceplos, tapi berhati paling berani. Meski tampak berbeda, mereka memiliki satu kesamaan: menjadi sasaran empuk gosip. Hingga suatu sore, sebuah gosip misterius berhembus-bisik-bisik yang berjalan lebih cepat dari langkah kaki manusia. Sang INFJ menerima sebuah surat berbahasa Arab dari sahabat ESTJ-nya: سمعت شيئا عنك،أنتظرك بعد العصر هذا المساء في الحديقة "Aku mendengar sesuatu tentangmu. Aku tunggu kamu setelah Asar di taman." Ia mengira itu panggilan untuk tabayun. Ternyata... itu panggilan untuk perang. Ketika mengetahui sahabatnya difitnah, si ESTJ langsung "meledak"-menerjang sumber gosip tanpa pikir panjang. Keberanian itu membuatnya menjadi pembela paling keras, tapi juga membuat jarak di antara mereka semakin terasa, terutama ketika dua sahabat INFJ dan ISFJ sering menjauh karena luka-luka kecil yang tak pernah diucapkan. Hingga pada suatu hari, satu kejadian di gerbang pondok mengubah segalanya. Sang INFJ tidak ada di sana ketika sahabatnya menangis dan sangat membutuhkan tempat bersandar. Rasa bersalah itu menempel lama, seperti noda yang tak mau hilang. Bertahun-tahun kemudian, hubungan mereka tidak pernah benar-benar kembali seperti dulu-tapi tidak juga benar-benar hilang. Ada sesuatu yang terus mengikat mereka: kenangan, kesetiaan, dan cara masing-masing mencintai dengan cara yang salah. Novel ini mengikuti perjalanan tiga hati yang belajar: bahwa tidak semua orang mencintai dengan kata-kata, tidak semua luka diselesaikan dengan permintaan maaf, dan persahabatan tidak selalu berjalan beriringan- kadang hanya berjalan berdekatan, dalam diam, tapi tetap saling menjaga.All Rights Reserved
1 part