TITAH Di Muara Sunyi

ia tumbuh dalam dunia yang mengajarinya untuk patuh, menjaga, dan menahan diri. hari-hari berjalan rapi, doa-doa dilafalkan pelan, tawa hadir sederhana. segalanya terasa aman, seolah hidup selalu bisa dijalani dengan diam dan keyakinan. namun waktu bergerak, lingkaran yang dulu melindungi mulai menjauh, digantikan ruang-ruang baru yang menuntut lebih dari sekedar niat baik. ia belajar mencintai, bukan dengan keberanian, melainkan pengorbanan kecil yang terus berulang. mengalah menjadi kebiasaan, membenarkan menjadi cara bertahan. hingga batas-batas yang dulu ia jaga perlahan kabur, tanpa ia sadari kapan pertama kali ia melangkah terlalu jauh.
yang hilang bukan hanya arah, tetapi juga rasa hormat pada dirinya sendiri. bukan karena satu kesalahan besar, melainkan rangkaian pilihan sunyi yang ia lakukan atas nama cinta. ia memberi terlalu banyak, berharap itu cukup untuk membuatnya diterima, tanpa sempat bertanya apa yang tersisa dari dirinya.
segala berlangsung pelan, hampir tak terdengar seperti air yang mengikis batu. keyakinan yang diuji, tubuh dan hati yang tak selalu berjalan seiring, kehilangan yang tidak lansung disadari hingga semuanya terasa terlambat. dan seorang perempuan yang pada akhirnya harus berhadapan dengan sunyi paling jujur, ketika ia menyadari bahwa yang paling jauh ia tinggalkan bukan siapa pun, melainkan dirinya sendiri