Entah apa yang harus ku deskripsikan tentang pria ini, aku bingung. Pria yang hampir dua bulan selalu kutemui di sebuah taman bermain yang dekat dengan tempat tinggal baruku. Ah iya, aku baru saja pindah rumah, sekarang aku tinggal menumpang di rumah kakak sepupuku, suapaya jarak kampus dan rumah tidak terlalu jauh. Mungkin lebih tepatnya bukan aku yang menemui pria ini, tapi aku hanya melihatnya saja. Pria ini selalu datang setiap jam empat sore dan pulang jam enam sore. Sekalipun, dia tidak pernah lebih ataupun kurang dari dua jam duduk di sini. Dan sampai detik ini, aku tak pernah tahu apa tujuannya setiap hari selama dua jam duduk diam di taman ini. Menunggu seseorang? Yah mungkin, mungkin dia sedang menunggu kekasihnya datang. Tapi kenapa tidak pernah ada seorangpun yang datang? Dia selalu pulang sendiri dengan kepala menunduk, dan tangan yang di masukkan ke dalam saku jaket yang dia kenakan. Pria dengan pakaian serba hitam itu selalu duduk di bangku yang sama, dengan buku dan earphone yang terpasang di telinganya. Setiap aku melihatnya matanya selalu terpejam, mungkin dia tengah menikmati alunan musik dari earphone yang dia kenakan atau semacamnya. Tanganku mulai kembali bergerak bebas di atas buku yang aku bawa, melukis garis demi garis hingga membentuk sebuah sketsa wajah. Yah, wajah laki-laki yang tengah memejamkan matanya itu yang menjadi objek lukisanku. Bukan hanya kali ini, tapi setiap hari, aku melukis wajah pria itu setiap aku datang ke taman ini. Dan semua gambar yang aku dapat tidak ada bedanya sedikitpun, selalu dengan ekspresi yang sama –datar- dan dengan mata terpejam. “Cha! Selesai!” Aku tersenyum sambil menatap hasil karyaku, bukan ingin menyombong, tapi lukisanku adalah yang terbaik di SNUA (Seoul National University of Art).