Eccedentesiast
  • Reads 210,952
  • Votes 17,204
  • Parts 31
  • Reads 210,952
  • Votes 17,204
  • Parts 31
Complete, First published Nov 10, 2015
Mature
Itu sebutanku untuk diriku sendiri "eccedentesiast" dimana seseorang menyembunyikan kesakitannya dibalik senyuman.

-Rebecca Tanur Deacon-

Dulu ia adalah orang yang jahat, hatinya dipenuhi dendam yang tak berkesudahan. Tapi seiring berjalannya waktu ia sadar jika dendam hanya akan menambah luka dihidupnya.

Awalnya ia berharap jika berubah menjadi lebih baik akan mendatangkan kebahagiaan untuknya, tapi nyatanya tidak. Luka hatinya semakin bertambah saat pria yang membuatnya bertekad untuk menjadi lebih baik sekaligus pria yang dicintainya dengan tulus, mengkhianatinya.

Hatinya perlahan mati rasa saat ia menikah dengan pria itu karena bayi yang dikandungnya. Ia harus rela saat menjadi istri kedua pria itu. Dan darisinilah, ia mulai lihai bermain peran, bermain diatas kesakitan dibalik senyumannya.

Tapi sampai kapankah ia akan bermain dalam kubangan kemunafikkan?? Apakah sampai hatinya mati rasa total? Entahlah tak ada yang tahu.

Tapi satu hal yang pasti tak ada manusia yang dapat hidup dengan topeng selamanya.
All Rights Reserved
Sign up to add Eccedentesiast to your library and receive updates
or
Content Guidelines
You may also like
You may also like
Slide 1 of 10
Halogika | Pre-order (2) 21 Desember 2022 cover
STRANGER cover
Not Me cover
Takdir Terindah cover
GAVIN 21+ cover
September cover
RADENTARA  cover
IMMANUEL & JAMI cover
Perayaan Juara Kedua cover
Problematic cover

Halogika | Pre-order (2) 21 Desember 2022

36 parts Complete

Jenjang pendidikan yang baru. Kawan-kawan yang baru. Dunia yang baru. Stereotipe yang baru. Begitulah yang dialami Logika ketika mempelajari ilmu filsafat sebagai mahasiswa baru. Ia bukan hanya harus mengatasi kecemasan keluarganya yang konservatif, melainkan juga menghadapi generalisasi yang dilemparkan oleh kakak tingkatnya ketika mendapati selera berbusananya yang religius. Filsafat dan theisme-religius seolah tak boleh bersanding, dan Logika berupaya untuk membuktikan bahwa streotipe semacam itu, yang bahkan terlontar dari sesama mahasiswa filsafat, benar-benar tak berdasar.