Violyn Alveera Lacerta. Nama yang indah sekaligus aneh bagiku. Entahlah, mengapa ayah memberiku nama itu. Violyn? Violin? Biola? Ah, bahkan sampai sekarang aku belum bisa memainkannya. Jangankan memainkannya, menyentuhnya pun sudah sejak lama tak ku lakukan. Bukannya aku tak ingin belajar memainkan alat musik yang selama ini digeluti ayahku. Aku hanya tidak tertarik. Aku bukan anak yang hiperaktif, tapi aku lebih cenderung pendiam. Aku juga suka ketenangan. Aku suka mengamati bintang dan yang lebih penting, aku suka bermain gitar. Sebenarnya aku tidak terlalu anti sosialita, tapi menjadi famous dan dikenal banyak orang, membuatku muak. Lebih baik menyendiri dengan gitarku daripada harus dikenal orang banyak yang aku tahu pasti banyak yang bermuka dua. Yah, mungkin hidup seperti ini membosankan bagimu. Tapi aku suka. Sampai pada suatu saat seseorang itu mengacaukan segalanya, merebut kendali kinerja organ tubuhku dan membuat pertahanan pintu hatiku goyah. Apa iya kita pernah bertemu sebelumnya? Mengingatnya saja enggan ku lakukan. Lalu, untuk apa dia memohon berteman denganku, padahal masih banyak diluar sana yang juga ingin berteman dengannya. Kisahku dimulai disini.