Prolog " Sudah aku katakan, aku akan kembali." " Semudah itu kah kau bicara?" " Kau masih punya bokong terindah." " Jangan alihkan pembicaraan." Ada yang membangunkan naluri. Bahkan menikmati setiap bibir yang menyapu lehernya. Bergidik geli. Zahra berbalik mencoba menahan laki-laki bertubuh maskulin ini semakin menguasinya. " Menjauhlah," Zahra mendorong tubuh laki-laki itu keras. Vas di meja pecah jatuh ke lantai. " Ayolah, Ra! Sudah lama sekali Ra. Aku hanya ingin memperkenalkan kembali. Mulailah dari awal." " No!!! easier said!" " Come on, baby." " Jangan pernah lagi menyentuhkan jarimu padaku. Kau sudah kehilangan hak untuk menyentuhku." " Tidak! Jika kau masih mencintaiku." Napas hangatnya kembali membelai leher. " Heh, Imposible." " Aku tahu kamu bohong." " Tidak!!" " Berani menatapku?" " Buat apa?" " Tidak berani? Takut jatuh cinta? Ya, kau memang masih mencintaiku." " Jangan mengada-ngada." " Tatap aku, Zahra." Akhirnya Zahra memberanikan diri menatap laki-laki itu. Detak jantungnya bergema di kerongkongan. Dia tak lagi kuat. Menyerah. Ia jatuh cinta. Jatuh cinta lagi.