"Kenapa Eliv lari? KENAPA DIA GAK MAU KETEMU GUE?" Rei membanting sabuk putih hijaunya. Napasnya terengah-engah karena marah. Ia biarkan baju silat hitam yang masih ia kenakan terbuka.
"Duduk, Bro. Duduk dulu," Hendra mendorong bahu Rei hingga terduduk di bangku. "Buruan atur emosi lo. Inget, lo baru aja jadi juara silat se-kota. Bahaya kalo Pendekar liat lo kayak gini. Gak bisa ngontrol emosi."
Di tempat lain, Eliv duduk meluruskan kaki di depan sebuah toko. "Ck. Keripik daganganku ketinggalan di stadion. Biarin aja atau aku ambil, ya?" gumamnya. "Entar ketemu Rei lagi, terus dikejar lagi, gimana?"