"Katakan, apa motif sodari membunuh ayah kandung sodari ?" Tanya petugas kepolisian kepadaku dengan nada yang ditekan, membosankan. "sodari tidak mendengar ?" ulangnya dengan nada yang lebih tinggi. Aku menatapnya dengan perasaan muak, "itu takdir pak," gumanku seraya menundukan kepala. "sodari jangan main-main dengan hukum, jika sodari tidak mengatakan dengan benar sodari akan dikenakan hukuman berlapis. Cepat katakan !!!" jerit petugas kepolisian itu, matanya garang, seakan mau keluar, sedangkan kumisnya yang lebat menutupi sebagian bibir atasnya, membuatnya semakin buruk dimataku. "Ya, itu adalah cita-cita terbesar dalam hidup saya pak, apa tidak boleh jika saya mempunyai cita-cita yang seperti itu pak ?" ungkapku dengan nada yang sesantai mungkin, malas sekali meladeni bentakan-bentakan dari petugas introgasi itu, semuanya sangat memuakan. Sekilas kulihat ekspresi petugas itu, saat ini matanya sudah keluar kukira. Kemudia pukulan hebat mendarat di meja coklat nan reot itu, melampiaskan amarah yang tak mungkin dilakukan kepada seorang tersangka wanita sepertiku.