Perlahan tetes air hujan jatuh membasahi bumi, daun-daun diluar sana pun basah, gemercik air hujan terdengar jelas ditelinga, dan hawa dingin pun mulai menusuk tulang. Langit begitu gelap, sama seperti hatiku saat ini, mungkin memang sedang bersahabat denganku. Aku bangkit dari kasurku, lalu berjalan ke arah jendela kamarku, yang berhiaskan tirai dengan miniature Eiffel tower. Perlahan tanganku mulai mencoba menyentuh jendela yang saat ini mulai berembun dan basah. Pandanganku kosong menatap langit malam yang tak bersinar. Kini pandanganku teralihkan pada sebingkai foto dan setangkai bunga mawar yang berada di meja belajarku. Aku pun mulai mengambilnya. Ku usap kaca dan bingkai foto itu, ku pandangi gambar dirinya, dan ku cium mawar itu, rasa rinduku pun kian terasa. Tetes demi tetes air mataku jatuh membasahi pipi, perlahan aku mencoba untuk tersenyum dan mengingat kenangan itu, sekitar 5 tahun yang lalu. >>>>>>><<< Seperti Mentari... Seperti Pelangi... Seperti dirimu... Yang selalu ku tunggu... Lagu itu terus berputar di ponselku, menemaniku di saat aku rindu pada Keenan, sambil mecabuti satu persatu kelopak bunga mawar. Tak terasa, aku menyimpan banyak kelopak bunga mawar yang sebagian telah layu di toples kaca besar. Kelopak bunga yang selama ini menjadi pelampiasan rasa rinduku pada Keenan. "Tuhan, sedang apa Keenan disana? Apakah dia juga menikmati malam yang hujan dan gelap ini? tolong sampaikan padanya, bahwa aku sangat merindukannya. Aku hanya ingin dia tahu bahwa aku sangat menyayanginya. Kamu yang selalu ku tunggu Keenan. Seperti yang kamu bilang, bahwa cinta punya waktu, tapi kapan cinta itu menemukan waktunya? Regresa a mi." ucapku diiringi isak tangis dan memeluk erat bingkai foto Keenan. Hujan, mawar, balon merah muda punya cerita dan kenangan tentangmu Keenan. Aku akan tetap menunggu, belajar memahami, setia, dan tetap menyayangimu hingga cinta menemukan waktunya, karena aku percaya, cinta punya waktu.
2 parts