Story cover for Air Mata Nabi Muhammad SAW by RiandiNjb
Air Mata Nabi Muhammad SAW
  • WpView
    Reads 7,310
  • WpVote
    Votes 432
  • WpPart
    Parts 1
  • WpView
    Reads 7,310
  • WpVote
    Votes 432
  • WpPart
    Parts 1
Complete, First published Feb 18, 2016
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam", kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?". "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi! bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia
All Rights Reserved
Sign up to add Air Mata Nabi Muhammad SAW to your library and receive updates
or
#535islam
Content Guidelines
You may also like
Ning Salwa!  by bubulamoomin
51 parts Complete
Lengkap, belum revisi. "Tapi aku masih sering insecure kalau lihat mereka," lirih Salwa. "Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." "Tahu itu terdapat dalam surah apa, Sayang?" tanya Gibran. "At Tin, ayat empat," jawab Salwa. "Jadi, apa yang kamu ragukan dari Al-Qur'an?" tanya Gibran membuat Salwa terdiam. "Berhenti inscure, Ra. Semua manusia sama di mata Allah, yang membedakan cuman hatinya," sambung Gibran memberi pengertian. Salwa hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. "Kamu itu baik," kata Gibran tersenyum. "Kenapa kamu bisa bilang gitu?" tanya Salwa menatap suaminya. "Aku suami kamu, Ra. Aku tahu tentang kamu. Allah ngasih tugas ke aku buat jaga bidadari kayak kamu." "Kurang beruntung apa aku kalau sampai cari yang baru?" "Aku cantik nggak sih?" tanya Salwa. Karena hanya kata cantik yang ingin ia dengar dari suaminya itu sekarang. "Yang cantik, belum tentu baik. Tapi yang baik, sudah pasti cantik." *** Cerita ini murni hasil pemikiran saya sendiri, mohon maaf jika terdapat kesamaan alur, tempat, nama tokoh, dan lain sebagainya. Itu karena ketidaksengajaa, tidak ada unsur penjiplakan. Gambar yang terdapat di cerita ini diambil dari Pinterest/ Instagram. Start : 22 Juli 2022 End : 06 Agustus 2022 Tahap Revisi : 06 Maret 2023 Ranking #15 in goodgirl [19/10/22] #1 in romance [05/09/22] #37 in religi [12/10/22] #39 in islam [13/10/22] #93 in gus [13/10/22] #12 in baper [13/10/22] #17 in islami [21/10/22] #12 in baper [26/02/23] #1 in ning [02/03/23]
You may also like
Slide 1 of 10
Air Mata Cinta Di Teras Syurga ( SELESAI ) cover
Ning Salwa!  cover
Sehelai kain Suci cover
Scary Voice [IqNam Series]✅ cover
Princess of the moon cover
SIRAH ANNABAWIYAH 1 cover
ilmu islam📚 cover
IMAMKU GUS PONDOK cover
Labuhan Terakhir  cover
Ketetapan Cinta Dari-Nya [END] cover

Air Mata Cinta Di Teras Syurga ( SELESAI )

49 parts Complete

Malam ini, beberapa hari setelah aku kembali dari Arab Saudi, aku bersama ayah dan ibuku datang ke rumah salah seorang kerabat ayah untuk bersilaturrahmi di hari raya, dalih kami. Padahal, yang sebenarnya adalah kami memiliki maksud dan tujuan yang lebih utama dari bersilaturrahmi di hari raya, yakni untuk melihat gadis yang diinginkan ibu menjadi calon istriku. "Naira. Naira Salsabila nama lengkapnya. Naira ini adalah putri kandung kami." Begitu ayah gadis yang ingin kulihat itu memperkenalkan putri beliau kepadaku, dan kepada ibu dan ayahku, saat Naira, sapaan si gadis berhijab orange muda, menyajikan teh untuk kami yang sedang bertamu ke rumahnya. Naira, gadis berumur dua puluh tahun itu perlahan mulai mencuri pandanganku. Wajah putih lembut. Pipi yang merona. Tatapan matanya yang sendu. Senyum tipis yang mengunci bibir. Sikapnya yang santun. Pandangan yang senantiasa terkurung sungkan. Semua hal yang sungguh indah lagi anggun di mataku tersebut, seakan tak membiarkan hatiku untuk ragu pada niat suciku terhadapnya. Bahkan, sedikitpun keraguan tak ada bayangan akan tumbuh.