Tanah retak bersebaran dimana-mana, sisa beberapa anak remaja yang tertatih tatih untuk berdiri dengan keadaan ber-baret. Entah apa yang terjadi kepada yang lain, salah satu dari mareka terduduk, memejamkan matanya, gemetaran hebat. sampai seseorang dari mereka mendekati si gadis yang ketakutan.
"Se-selena?", gadis remaja berambut sebahu dengan salah satu mata yang tertutup dan mengeluarkan darah itu bertanya.
"Ki-kita ... Me-", Gadis bernama Selena itu berucap terbata bata, gadis berambut sebahu mendekati gadis yang berkerudung dan lebih pendek daarinya perlahan lahan.
"Tak apa-apa, ayo katakan saja.", Ujarnnya.
Selena membuka matanya dan menoleh kepada teman temannya yang selamat tetapi kedaannya sudah sekarat.
Ia mengembangkan senyuman dengan beberapa air mata yang turun.
"Kita menang."
.
.
.
RING!
"Akhirnya selesai juga," seorang gadis berambut keriting merentangkan tangannya pinggir, belum apa apa, ada anak laki laki lewat, jadinnya ketampar.
"Zel! elo tuh kenapa sih, main tampar tampar gue aja, liat wajah ganteng gue yang terlalu kece jadi ancur!" si cowok sewot a.k.a Arella langsung nyembur.
"Eh, gue kagak sengaja ya, dan muka elo tuh udah ancur dari jaman nenek moyang lo! jadi jangan narsis!", Enzel ngebalas, muka monyet kok disebut ganteng, pikirnya.
"Apa kata lo, kriwil?!"
"Siapa yang elo sebut kriwil?!" Enzel ngebales lagi, dikatain kriwil sama orang gila.
"Eh-eh, ini pasangan ya, kok malah berantem?" sesosok cewek muncul dideapan mereka sambil meraih buku mereka berdua dengan tenang.
"Siapa yang elo sebut pasangan, hah?!" sembur mereka berdua, naik pitam oi.
"Bercanda doang, nggak usah pakek kuah kali, gomen-gomen ... " kata gadis berambut sebahu itu, mulai pake logat jepang.
"Gomen-gomen ndasmu.", Enzel kelewatan ngambek.
"Yaudah, makasih udah bawain buku gue, Na." kata Arella sambil mendengus, itulho, yang suara kayak orang lagi ngeluarin lendir dari hidung, tapi mampet.