Kesempatan itu hilang seiring orang itu pergi. Diam, ku tak tau harus bagaimana ketika setengah jiwaku, terhalang bersatu dengan setengah jiwaku yang lain. Tembok penghalang begitu tinggi, bahkan untuk melihat ujungnya, aku dan orang itu tak bisa. Kami sama-sama dibutakan dengan jarak tembok yang tak ternilai jauhnya. Kepercayaan adalah tembok itu. Kepercayaan yang berbeda, yang sudah dipeluk masing-masing daripada aku dan orang itu. Berharap suatu hari nanti tiba saatnya, tembok itu hancur dengan kekuatan cinta yang tumbuh diantara kami selama 7 tahun lamanya. Sedih, ternyata itu tak cukup kuat, sebaliknya, tiba saatnya hari dimana tembok itu berultimatum untuk berada di sana selamanya. Disitulah kami menyerah diantara keinginan untuk terus berusaha. Dan disitulah, aku bertemu kamu. Seseorang yang mungkin tak sengaja lewat di hidupku, atau seharusnya ada? Kamu, dengan sejuta cara untuk membuka kembali jiwaku yang masih mencari setengah daripada dirinya, mencoba segala cara menjadi setengah jiwaku yang lain. Aku tak menolak, tetapi tak ingin berpura-pura, tetapi percayalah, esok, jika keinginan membuka hati sudah datang.. Aku ingin jatuh hati pada caramu berpikir, pada caramu meramu hari depan, bukan sekedar pengertian-pengertian yang tanpa diingatkan pun aku pasti melakukannya.