[BACKGROUND : CESSNA & ATR 72-600]
"...a traumatic event or situation creates psychological trauma when it overwhelms the individual's ability to cope, and leaves that person fearing death, annihilation, mutilation, or psychosis. The individual may feel emotionally, cognitively, and physically overwhelmed. The circumstances of the event commonly include abuse of power, betrayal of trust, entrapment, helplessness, pain, confusion, and/or loss.."
Aku membuka mataku dengan berat. Sekalipun aku terbangun, aku masih tidak mengerti dengan keputusan Papa. Hidupku seakan tidak jelas, aku tidak tahu dimana aku berada dan dengan siapa.
Menjadi seorang pilot tak pernah mampir dalam life plan-ku. Tetapi apa boleh buat? Toh, tidak selamanya life-plan dibuat oleh diri kita sendiri.
Kalau bukan karena dia, aku tidak akan takut untuk melihat putaran baling-baling pesawat terbang di sekitarku. Andaikan dia tidak terbang, dia tidak akan muncul di televisi dengan hanya meninggalkan nama dan bangkai pesawat di mana-mana.
Inspired by Japanese drama "Miss Pilot", it's where Olivia's story begins.
Menikah karena dijodohkan dengan seorang yang dari segala sisi sempurna Arina mengira jika dirinya akan bahagia bersama dengan pilihan orangtuanya, tapi rupanya hidup tidak berjalan seperti yang Arina inginkan.
Sadewa Natareja, pria yang masuk ke dalam jajaran anggota dewan rakyat paling muda ini nyatanya tidak bisa menjadikan Arina sebagai seorang istri yang seutuhnya. Pengorbanan Arina menerimanya yang berstatus duda dan merawat anaknya yang berusia kurang dari satu tahun nyatanya tidak bisa membuat Dewa mencintai Arina seperti dirinya mencintai istri pertamanya, Husna.
Dimata Dewa, Arina tidak lebih dari seorang wanita yang dipilihkan ibunya untuk menjadi teman dibawah atap yang sama dan sosok yang menjadi ibu untuk putra kesayangannya sebaik apapun Arina berusaha menjadi istri yang baik untuknya.
Semua hal yang dilakukan Arina serasa tidak berarti sama sekali sampai akhirnya Arina lelah sendiri, meraih cinta suaminya nyatanya hal yang mustahil bagi Arina. Perlahan, Arina menjauh membangun benteng tinggi yang membuat Dewa tersadar betapa seharusnya dia bersyukur memiliki Arina dalam hidupnya.
Sayangnya, semuanya sudah terlambat.
"Mas Dewa, aku capek."