Part 1
2 Januari
Hari ini, aku terbangun dari tidurku. Tidur yang cukup lama, dari pukul 8 malam hingga pukul 11 siang. Hingar bingar perayaan tahun baru masih terngiang di telinga ku. Aku masih bisa mencium aroma asap barbeque dari bajuku yang belum ku ganti selama sehari penuh. Aku dan teman-temanku merayakan pesta pergantian tahun baru ini cukup meriah. Yah, pestanya memang terkesan hedonis. Daging bakar, jagung bakar, bakso, minuman bersoda, air mineral, beberapa kaleng bir serta dentuman musik yang sangat keras diatas teras rumah temanku. Namun aku jarang sekali bertemu dengan mereka dan akhirnya aku menyempatkan waktu untuk menghabiskan malam tahun baru bersama mereka.
Aku bangkit dari tempat tidurku. Sinar matahri menerpa wajahku dengan terik ketika aku membuka kaca jendela kamar kos ku. Suara burung terdengar sangat merdu, entah siapa yang memelihara. Dibawah hanya terdengar suara gesekan sapu lidi dengan aspal, yang menandakan Pak Mamat, sang penjaga kos, sedang menjalankan tugasnya. Pak Mamat orang yang ramah, meskipun aku baru beberapa hari mengenalnya. Ya, benar, aku baru saja datang kesini, ke kota kecil ini. Aku tertarik datang kemari karena suatu pekerjaan yang menurutku sangat memberikan tantangan. Aku menghabiskan banyak waktu kuliah desain ku dengan belajar berbagai media editing. Cukup melelahkan, namun hasilnya sekarang aku merasa cukup punya bekal ilmu.
Perutku mulai lapar. Aku membuka kulkas, kemudian menemukan beberapa butir telur dan sawi, serta sekaleng kornet. Aku memang terbiasa memasak dari dulu. Singkatnya, aku sudah duduk didepan televisi yang menayangkan gosip terhangat dari artis lokal sembari menyantap makanan yang tadi ku masak.
Banyaknya darah adalah bukti bahwa pertarungan pernah terjadi di sini. Tujuannya datang ke Indonesia adalah untuk memastikan hal itu. Nama orang ini adalah Asano Takatou, Seorang peneliti yang berasal dari Jepang.
Kira-kira sepuluh tahun yang lalu, saat Asano masih kelas satu SMA, ada sebuah kejadian berdarah di sebuah stadiun sepak bola di Indonesia yang mengharuskan stadiun tersebut ditutup paksa oleh pihak yang berwenang.
Kejadian itu sempat menjadi ramai diperbincangkan di dunia sepak bola, bahkan mendapat dukungan moral dari berbagai klub internasional. Namun, yang namanya berdarah tentunya tidak indah. Banyak orang yang melewati stadiun ini dan merasakan berbagai macam kejanggalan.
Asano yang saat ini berumur 25 tahun dan sudah menjadi peneliti ternama di Jepang, tertarik untuk meneliti hal ini dan keinginannya itu disetujui oleh pemerintah Jepang. Asano pun segera terbang ke Indonesia untuk memastikan apakah stadiun tersebut banyak mengalami hal aneh seperti yang dirumorkan?