Story cover for Megantromodus Paleojadimampus by tunggalprast
Megantromodus Paleojadimampus
  • WpView
    Reads 5,284
  • WpVote
    Votes 404
  • WpPart
    Parts 33
  • WpView
    Reads 5,284
  • WpVote
    Votes 404
  • WpPart
    Parts 33
Complete, First published Jun 19, 2016
Ketika cinta datang terlambat, emang lo ga bisa berbuat apa apa reader, lebih-lebih ternyata dia udah ga mencintai lo lagi. Lo ga boleh sedih, apalagi marah.
Sama waktu? Bukan. Bukan waktu yang buat lo jadi sengsara, salahin aja kenapa otak lo lola buat peka sama perasaan tulus dia, dan lo malah pilih perasaan yang bulus walupun dia mulus.

Belajarlah dari pak sigit sama bu sigit, emang mereka ga sempurna. pak sigit cuma tukang nasgor yang suka mangkal di pinggir kali, dan istri nya bu sigit yang cuma tukang gigitin pantat orang.

Tapi lo harus percaya pak sigit ga pernah nuntut bu sigit buat sempurna, begitupun sebaliknya. Dia cuma mau terus ketawa, ketawa, dan kadang berduka bersama. 
BERSAMA.

#DEALRAP
#DiPuncakKesengsaraan
All Rights Reserved
Sign up to add Megantromodus Paleojadimampus to your library and receive updates
or
#110modus
Content Guidelines
You may also like
Don't call it love! by ArmayaA
29 parts Complete
Semesta rasanya tidak berpihak pada Cyntia. Tidak hanya perusahaannya yang sedang berada dibawah roda kehidupan, tetapi neneknya sakit dan terus memaksanya menikah. Orang yang ia cintai dan mencintainya pun hilang tak ada kabar. Tak ada pertolongan rasanya. Pada akhirnya pilihan terburuk muncul. Ah, mungkin tak bisa disebut pilihan. Ia harus melakukan itu dengan terpaksa. Pria yang melukiskan kehidupan kelamnya pun muncul. Konyol rasanya saat pria itu mengajaknya menikah. *** Aku tak tahu apa itu cinta. Bahkan, saat ini bagiku itu satu kata yang abstrak luar biasa. Baginya rasa yang terasa itu cinta, tetapi mengapa rasanya merusak jiwa raga. Bagiku itu bukan cinta, melainkan suatu rasa yang amat hampa. Akhirnya satu kata menjadi beda makna. "Bukankah kau sangat membenciku?" Tanyaku. Ia diam, tanpa menatap mataku. Secara tak sadar aku tersenyum sinis padanya dan aku berusaha menahan rasa kesalku. "Apakah melemparkan susu basi ke wajahku adalah bentuk rasa suka?" Aku mengungkit masa lalu. Matanya pun mulai menatap mataku. Aku takut dengan wajah itu. Di bawah meja tersembunyi tangan gemetarku. Mataku berpura-pura tegar saat bertemu matanya itu. Aku berusaha bicara meski lidahku terasa kelu. Aku berusaha berdiri tegak meski kakiku tak berdaya. Waktunya pergi dari hadapannya. Aku akan katakan terakhir kalinya. "Jangan sebut itu cinta!" "Aku melamarmu bukan karena cinta. Bukankah, seharusnya kau yang memohon padaku agar kita bisa memanfaatkan satu sama lain?"
You may also like
Slide 1 of 10
Don't call it love! cover
Crazy Marriage cover
The Story of Love cover
Maria Broken Heart To My Love(Slow Update)  cover
Pacar Magang (Complete) cover
ENEMY BECOMES LOVE cover
Be My Mistake (The Story of CEGIL) [COMPLETED] cover
Virtual distancing cover
AMOUR (Mr. Pradipta) cover
Kumpulan Novelet Romansa (one shoot) cover

Don't call it love!

29 parts Complete

Semesta rasanya tidak berpihak pada Cyntia. Tidak hanya perusahaannya yang sedang berada dibawah roda kehidupan, tetapi neneknya sakit dan terus memaksanya menikah. Orang yang ia cintai dan mencintainya pun hilang tak ada kabar. Tak ada pertolongan rasanya. Pada akhirnya pilihan terburuk muncul. Ah, mungkin tak bisa disebut pilihan. Ia harus melakukan itu dengan terpaksa. Pria yang melukiskan kehidupan kelamnya pun muncul. Konyol rasanya saat pria itu mengajaknya menikah. *** Aku tak tahu apa itu cinta. Bahkan, saat ini bagiku itu satu kata yang abstrak luar biasa. Baginya rasa yang terasa itu cinta, tetapi mengapa rasanya merusak jiwa raga. Bagiku itu bukan cinta, melainkan suatu rasa yang amat hampa. Akhirnya satu kata menjadi beda makna. "Bukankah kau sangat membenciku?" Tanyaku. Ia diam, tanpa menatap mataku. Secara tak sadar aku tersenyum sinis padanya dan aku berusaha menahan rasa kesalku. "Apakah melemparkan susu basi ke wajahku adalah bentuk rasa suka?" Aku mengungkit masa lalu. Matanya pun mulai menatap mataku. Aku takut dengan wajah itu. Di bawah meja tersembunyi tangan gemetarku. Mataku berpura-pura tegar saat bertemu matanya itu. Aku berusaha bicara meski lidahku terasa kelu. Aku berusaha berdiri tegak meski kakiku tak berdaya. Waktunya pergi dari hadapannya. Aku akan katakan terakhir kalinya. "Jangan sebut itu cinta!" "Aku melamarmu bukan karena cinta. Bukankah, seharusnya kau yang memohon padaku agar kita bisa memanfaatkan satu sama lain?"