68 Bagian Lengkap Hujan tak datang setiap hari, tak juga cerah sepanjang masa. Musim datang silih berganti, Tak ada yang sanggup bertahan, sekalipun dipertahankan. Seperti riuh di siang hari yang berganti sunyi saat malam menghampiri. Seperti itulah waktu berlalu, tak menunggu siapa, tak perduli sedang apa.
Puncak Rindu yang paling sakit dan sulit terobati ialah, ketika dua orang sudah tak saling memberi kabar, namun diam-diam saling mendoakan. Seperti yang dialami oleh Danu dan Mira.
Mereka ditakdirkan bertemu, namun tidak untuk dipersatukan. Kisah cintanya sangat memilukan. Seperti kisah pertemuan antara samudra Atlantik dan samudra Pasifik. Ditakdirkan bertemu namun tidak pernah bisa menyatu.
Mereka dipertemukan oleh rasa, rasa itu hadir diusia muda, hingga menua rasa itu tetaplah ada, bahkan sulit dilepaskan.
Dulu, jauh sebelum itu, mereka hanyalah seorang philophobia, seseorang yang sulit jatuh cinta. Tapi ketika mereka dipertemukan, tiba-tiba saja ada yang menyelinap masuk mengaliri peredaran darahnya hingga mengguncang jantungnya.
Sebenarnya pertemuan mereka tidaklah begitu istimewa, bahkan terkesan konyol. Mereka bertemu disebuah acara resepsi pernikahan sepupunya. Dan itupun terjadi secara kebetulan. Kebetulan waktu itu Danu kuwalat dari Ki Brojo karena telah berani memakan tiga pisang sesajennya sebelum berangkat. Akibatnya ia jadi kebelet buang air besar. Ia yang sudah tak tahan harus segera mencari tempat buang hajat.
Ia melihat rumah berdesain klasik. Rumah tradisional ala-ala zaman dulu. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya. Melainkan karena pintu depan rumahnya yang terbuka sedikit. Tanpa ia sadari rumah itu akan menjadi cikal bakal perjalanan cintanya dimulai. Ia juga tak tahu bahwa didalam sana ada seorang gadis cantik jelita yang tengah menantikan seorang pria yang bisa meluluhkan hatinya. Gadis itu tak lain dan tak bukan ialah Mira. Perempuan yang dituntut oleh ibunya agar segera menikah.