"Asep banyak memakai lokalitas Kotabaru sebagai latar ceritanya. Berbeda dengan sastrawan lainnya, dia melihat Kotabaru bukan hanya pantainya yang indah, gunung bamega, atau Siring Lautnya. Asep justru bicara tentang orang-orangnya, termasuk Suku Bajau. Dan seperti seorang dalang, ia kerap menggunakan sudut penceritaan sebagai penutur yang 'menggerakkan' tokohnya. Dan sebagai penulis muda, beberapa tema kritik sosial pun tak lepas dari garapannya."
~Sandi Firly | Penulis & Wartawan
"Membaca karya-karya Asep adalah membaca Kotabaru mini yang merangkum lewat berbagai cerita. Selain itu, berbagai karakter yang unik dan tokoh yang dinamis membawa alur cerpen pada antologi ini cukup berperan aktif mengusung berbagai pesan moral kehidupan."
~Ratih Ayuningrum | Penulis
"Bagi saya, kesederhanaan cerita dan pemilihan kata dalam kumcer 'Ziarah Debu' merupakan kemegahan tersendiri. Banyak hal kecil yang luput kita perhatikan, namun Asep Fauzi berhasil menghimpunnya menjadi kisah-kisah apik dan menarik. Sindiran-sindiran halus yang justru berhasil membuat pembaca nyinyir malu, pengambilan sudut pandang yang unik serta loklitas yabg terasa kental sekali, membuat cerpen-cerpennya tak mudah dilupakan."
~Kamiluddin Azis | Novelis, Penikmat Sastra, Bandung
"Cerpen-cerpen Asep Fauzi seperti membawa kabar-kabar dari seberang: kemenangan dan lebih banyak di antaranya: kekalahan, kesepian, penyesalan, kehilangan, serta perayaan atas realitas kehidupan masyarakat di pesisir laut Kalimantan. Pengambilan sudut pandang yang tak lazim membuat pembaca seperti menjadi bagian dari cerita dan tergulung ke dalan ombaj kemuraman, ketidakberdayaan, hari-hari yang gelap, namun di ujungnya, setelah badai mereda, dia menyajikan ketegaran atau setidaknya harapan."
~Randu Alamsyah | NovelisTodos los derechos reservados