"Ha, Pek I Lihiap datang lagi. Apakah kau rindu padaku?" pahlawan itu gunakan kesempatan untuk menghina Giok Cu karena hatinya masih sakit karena sabetan dulu. "Saudara-saudara! Kalau memang kalian tidak mencari permusuhan, pergilah jangan ganggu kami!" Thian In berkata lagi. Kim-to Poey-kong tertawa. "Sobat, kau agaknya seorang gagah juga. Maka kau pergilah dengan Pek I Lihiap, kami takkan mengganggu kalian. Tapi Thio-siucai ini harus kalian tinggalkan kepada kami." "Tak mungkin! Kami berlima adalah teman seperjalanan, tak mungkin dia kami tinggalkan. Kami pergi bersama dan tinggal bersama pula." "Kalau begitu, terpaksa kami harus gunakan kekerasan!" "Silahkan! Kami tidak takut!" berkata demikian ini Thian In mencabut pedangnya dan Giok Cu juga turut contoh pemuda itu. "Ha, ha! Agaknya kalian dua orang muda sudah bosan hidup." Sebagai penutup kata-katanya, Kim-to Poey Kong gerakkan golok emasnya ke arah Thian In yang menangkis dengan cepat. Keduanya merasa betapa besar tenaga masing-masing hingga Kim-to Poey Kong terkejut sekali, karena si Golok emas ini tadinya hendak gunakan tenaganya dan sekali sampok hendak bikin pedang Thian In terpental jauh! Siapa duga, tidak saja pedang, pemuda itu tidak terlempar, bahkan ia merasa telapak tangannya yang memegang golok tergetar panas! Ia maklum bahwa pemuda di depannya ini tak boleh dibuat gegabah, maka ia berseru: "Kawan-kawan, serbu!"