Waktu, saat aku tergelincir dari peraduan hatiku sendiri.
Saat langit melebur menjadi kaca yang rapuh.
Engkau masih menggenggam erat tanganku, serta memeluku dengan damai.
Kau tau bahwa rasa ini adalah sebuah khalifah.
Yang menautkan hati walau terpisah.
Hujan, tak pernah lekang aku bersembunyi dari kedatanganmu.
Engkau bahkan tau bahwa bau basah dirimu yang kunantikan.
Saat puing puing hati yang mulai terbawa arus emosi, kau datang kembali menepikan rindu yang tak terpatri.
Oh malam, saat cakrawala mulai beradu.
Gelap seakan menyelimuti hatiku, tapi ada saja lentera yang menyusup dalam serpihan hati yang makin redup. Tapi tetap saja rindu ini tak usai berakhir.
Kini rindu tak kunanti jawaban, hanya sebuah rintihan yang bersenandung mengiring dan mengikis kesendirian. Biarlah pualam takan berubah jadi berlian. Tapi aku akan tetap menjadi Seroja dalam lumpur yang Fana.
Kini, hanya desiran halus dari pasir yang beradu yang mampu kudengar, tak ada lagi kamu yang disana.
Tak ada lagi.
Waktu aku tak berharap kembali berputar.
Tapi aku berharap AKU DAPAT MEMBERINYA LAGI WAKTU DAN KESEMPATAN.
RINDU YANG TAK INGIN KAU JAWAB
Kirana Adeeva Rayhan
"Ini abang pijet ya, awalnya agak sakit tapi lama-lama juga enakan."
Perlahan Alan memijat kaki adiknya itu. Kulitnya yang halus licin itu terasa luar biasa di telapak tangan Alan.
"Ahh sakit, ouhhh pelan pelan abangg."