Sajak dan puisi yang banyak orang tahu saat ini mulai redup tak menjamur seperti 1 abad lalu. Kata yang diuntai indah tak lagi sering terdengar sebagai puisi ataupun sajak. Sebagian menganggapnya kuno sebagian menganggapnya unik seperti barang antik.
Kilaunya mulai bias dimakan jaman, menguap bagai embun pagi oleh sorotan mentari, yang mulai lebih panas akibat globalisasi. Bulir-bulir seperti embun telah terbang melayang di angkasa lalu tertiup angin kencang terombang ambing. Namun masih adakah yang mengharapkan hujan turun agar bulir itu jatuh lagi dengan deras dan kembali menggantung pada daun, dahan, genting, pohon dan di segala macam objek kehidupan.
Maka dengan segala keterbatasan saya berusaha untuk menjadi bagian dari bulir-bulir sajak yang tersisa, yang masih tergantung di salah satu daun walau hanya beberapa jam tapi akan selalu kembali di jam yang sma saat fajar. Berburu pagi di setiap langkah kaki saat akan pergi sekolah selalu saja kudapati baik itu dikaca, dirumput, di dinding, dan dimana saja tempat yang aku lewati.
Cari duit tidak segampang yang ada di drama atau novel.
Dalam dunia khayalan, perempuan bisa jadi 'barang mahal' yang diperjuangkan habis-habisan sama CEO atau jadi mujur dengan dinikahi paksa sama tuan muda tampan kaya raya.
Dunia nyata tidak begitu.
Nesta yang butuh uang buat hidup, makan, dan beli kuota untuk nonton drama, nyatanya sering ditolak jadi karyawan lantaran pendidikannya yang cuma SMA. Ditambah lagi tinggi badan cuma 155 cm--pendek-- bikin makin susah cari kerja.
Satu-satunya perusahaan yang mau terima Nesta adalah PT Taruna, itu pun cuma sebagai office girl alias tukang bersih-bersih.
Oke, deal. Butuh uang halal apa saja dilakoni.
Eh, apesnya dapat bos sombong minta ampun, baru sehari kerja Nesta dipecat.
Kira-kira, jurus apa yang Nesta pakai biar bisa tetap kerja di sana?