Seketika terdengar suara pintu terbuka. Aku sempat tersentak kaget kala kudapati seorang pria masuk ke kamar pengantinku. Ya siapa lagi kalau bukan Amar, pria yang notabene menjadi suamiku sejak diucapkannya ijab qabul tadi pagi. Aku terus menelan cepat liurku yang telah terkumpul di dalam rongga mulutku, disertai kengerian, sebab kini Amar tengah menatapku, lantas angkat bicara, "Raina.... Ini kan sudah malam," ucap Amar yang baru mengeluarkan suara mautnya, mengawali hari barunya sebagai seorang suami sambil membuka kemejanya, sehingga tampaklah tubuh atletis pria masa kini, yakni body six packnya. Tubuhnya berkotak-kotak bak bentuk roti sobek yang mainstreamnya dijual di toko roti milik Stella, membuatku tak bergeming dari duduk manisku di tepi ranjang sembari menelan liurku yang semakin cepat berkumpul di rongga mulutku. "Apa yang akan dia lakukan? Kenapa dia membuka kemejanya? Apa dia ingin memaksaku untuk melakukan ritual malam pertama yang biasanya dilakukan oleh sepasang pengantin baru? Waduh bagaimana ini?" Batinku bergidik ngeri, membayangkan entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Ya Allah, apa maksud si Amar ini? Aku kehabisan akal. Bagaimana caraku untuk menghindar dan melewati malam pertamaku bersama pria yang tak kucintai ini? Seketika pula muncul rasa takut, ragu, membayangkan hal-hal memuakkan, memalukan dan menjijikkan yang akan terjadi. Bagaimanakah selanjutnya kehidupan Raina yang dengan terpaksa harus menikah dengan Amar? Apakah akan bahagia sepihak atau sebaliknya?