Aku menunggumu di balik jendala sembari memegang gagang cangkir yang masih mengeluarkan kepulan kenangan aroma khas teh kesukaanmu..
Saat titik-titiknya mulai menghempas jendela kaca, aku semakin khawatir akan dirimu di luar sana..
Namun, aku tersentak saat menyadari bahwa semua kekhawatiranku hanya sebatas angan yang terbentur oleh mimpi yang telah kau kemasi..
Aromanya terus mencuat, mengajak untuk bertamasya ke mimpi-mimpi yang pernah kita bingkai rapi bersama. Hingga tak terasa butiran hangat berjatuhan dari sudut mata sederas hujan yang semakin bergemuruh..
Tanganku kini tak kuasa memegang lagi, namun aku masih bgtu ingin melepas rindu diantara wangi duka antara aku dan kamu, hingga harus berbesar hati memenggal mimpi yang telah kita bangun bersama..
Biarlahhh... Mimpi ini terpenggal, sebab yang ku tahu jika terlalu lama membangun harapan-harapan, kita akan semakin sulit utk membuka mata dan menyadari bahwa itu hanya sebatas angan palsu...
Cukuplah aku kau ajak bermimpi melalui tegukan-tegukan tehmu di pagi hari.. Tidak perlu membawaku hingga dini hari untuk menuntaskan segalanya..sebab yang aku tahu.. Mimpi ini telah terpenggal sejak hujan belum juga reda..
Catatan Hujan di tengah ibu kota. Saat rindu menyapa kematian; Makassar, 11122016