Aku masih duduk dalam kedai itu, ditemani dua cangkir kopi dingin yang bahkan nampaknya lebih setia untuk terus denganku daripada kamu yang telah beranjak. Keegoisanku mulai hadir, mendramatisasi setiap hal yang terjadi. Bagaimanapun, aku tak pernah membayangkan kita kembali dipertemukan dalam situasi sepelik ini-setidaknya bagiku.
Kulihat arloji di tanganku: 14.32. Sementara telah bertahun-tahun aku merindukan jumpa ini, rupanya tak sampai dua jam kita bersua dan duduk berdua. Hidup terkadang memang lucu, dagelan dengan skenario tak tertebak yang terus menggelitik kita dengan kesenangan dan kesedihan, dengan kebahagiaan juga kepedihan.
Bagaimana rasanya dipertemukan, jatuh cinta, dipisahkan bertahun-tahun tanpa kejelasan apa-apa, lalu dipertemukan kembali dalam ruang ketakberdayaan? Di ruang itu kita bisa saling menyapa, tapi kita masing-masing terpaksa menjadi orang lain. Karena menjadi diri sendiri hanya akan menabur garam pada tiap inchi luka yang kita rasa-luka yang kita ciptakan sendiri.
Aku tertawa: hidup ini memang lucu.
As Dallas and Drayton navigate life in the spotlight, Spencer is navigating intense feelings for Nathan - her best friend's brother.
*****
Dallas and Drayton are planning their wedding, talking babies and learning how to navigate life in LA now that Drayton is a hotshot football player in the big leagues. Meanwhile, Spencer and Nathan are back at home in Colorado, coming to terms with their feelings for one another and learning how to co-parent with Grayson, the father of Spencer's daughter. Will the realities of adult life strengthen them - or will their relationships break?
[Sequel to The QB Bad Boy and Me]
[[word count: 150,000-200,000 words]]