#94 14-15 April 2017
Bagaimana guru dituntut lebih dari sekedar peran utamanya.
Dahulu guru begitu dihormati, setiap murid selalu tunduk dengan sopan apabila berjalan didepannya. Sekarang?
Dahulu guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, sedang kini guru harus bisa membangun insan cendekia.
Teringat beberapa waktu lalu ada operasi narkoba yang dilaksanakan kepolisian, dan ternyata terjaring banyak anak usia sekolah yang kongko-kongko di tengah malam.
Apakah mereka menghubungi orang tuanya?
Jawabannya tentu tidak. Gurulah yang pertama mereka kontak. Guru harus bertanggung jawab atas kelakuan siswa yang tidak baik, sedang orang tua nya masih terlelap tidur diatas kasur yang empuk berselimutkan kain lembut.
Sementara apabila seorang siswa berprestasi, siapa yang pertama disebut ?
Tentulah ayahnya.
Inilah kenyataan yang terjadi di masyarakat.
Mungkin Anda juga masih ingat beberapa waktu yang lalu, guru yang dilaporkan ke pihak kepolisian gegara mencubit siswanya.
Padahal sebenarnya itu dilakukan guru karena perilaku tidak baik dari siswa tersebut.
Tapi karena dia seorang anak dari orang yang punya kedudukan, akhirnya dengan semena-mena menjebloskan guru ke jeruji besi.
Sungguh miris memang.
HAM yang didengungkan, telah disalah gunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk memenangkan ego nya semata.
Saya sebagai bagian dari korp guru Indonesia, meski hanya seorang guru PAUD, merasa perlu menulis ini. Semoga dikemudian hari tidak ada lagi ketidakadilan yang diterima oleh seorang guru.
Tuntutan dari pemerintah yang semakin mempersulit ruang gerak guru, juga menjadi pemikiran mendalam dalam benak saya.
Bagaimana seorang guru dinilai profesional hanya dari satu segi yaitu kemampuan intelektual nya, sehingga banyak guru yang harus dengan legowo menerima ini sebagai keputusan sepihak.
Deraian air mata mengiringi langkah guru.
Ya mungkin memang maksud pemerintah adalah supaya guru mau meningkatkan kompetensi nya, namun tidak semua guru mampu untuk menjalaninya.