Di atas kertas, tintaku gemetar mendekap sajak-sajak basah sehabis tertikam hujan seharian. Kata-kata gigil, terbata mengeja aksara yang kadung beku membiru. Lalu, satu dua huruf bertanggalan terlalu lama kedinginan. "Siapa nanti yang akan membaca kita?" Kau bertanya. aku, memilih pura-pura tak di sana.