Hari masih pagi, ketika di kaki lereng Gunung Waru berkelebat beberapa bayangan yang bergerak cepat menuju ke puncak. Menilik dari gerakan yang rata-rata ringan dan gesit, dapat diketahui kalau bayangan-bayangan itu adalah orang-orang persilatan yang berkepandaian cukup tinggi. Tentu saja berkelebatnya bayangan-bayangan itu segera diketahui para murid Perguruan Tangan Sakti yang bermarkas di sana. Maka murid-murid itupun segera memberitahukan hal tersebut kepada kakak seperguruan mereka.
Ketika berita itu sampai di telinga tiga orang kakak seperguruan mereka yang bernama Seta, Satria dan Mega, tokoh-tokoh yang berdatangan itu sudah tiba di depan pintu gerbang Perguruan Tangan Sakti yang cukup luas.
Sedangkan para murid Perguruan Tangan Sakti yang bertugas jaga di sana hanya mengawasi dengan sikap waspada.
"Wanayasa, keluar kau! Serahkan Pedang Bintang itu!" teriak salah seorang yang datang itu.
"Benar, serahkanlah pedang itu.....!" sambung yang lain.
"Cepat, Wanayasa! Kalau tidak, jangan salahkan kalau aku terpaksa menerobos masuk menggunakan kekerasan!" ancam seorang yang bertubuh tinggi besar, berteriak tak sabar. Tangannya yang besar dan kekar berotot nampak menggenggam sebatang tongkat yang terbuat dari baja putih.
Tokoh itu berjuluk si Kerbau Gila. Seorang tokoh sesat yang terkenal memiliki ilmu kepandaian tinggi dan bertenaga kuat. Apalagi ilmu tongkatnya juga dahsyat. Entah berapa banyak tokoh golongan putih yang mencegah sepak Pedang Bintang!