Aku hamil," ujar Alena dengan senyum sumringah diwajahnya. Aland hanya diam membatu, wajahnya mulai terlihat pucat pasi. "Kenapa?" tanya Alena yang menyadari perbedaan wajah Aland.
Aland memegang kedua pundak Alena. Menatap wajah sang istri yang sudah menemaninya hampir tiga bulan ini, "Kita akan menggugurkan kandunganmu karena aku akan menikah dengan Flora."
Alena menatap Aland beberapa saat, kemudian terdengar derai tawa keluar dari bibir Alena. "Bercanda kamu nggak lucu, Aland." Alena terdiam ketika tidak ada reaksi sama sekali dari Aland. Tubuhnya membeku ketika menyadari itu bukanlah sebuah gurauan.
Alena menurunkan kedua tangan Aland yang berada dipundaknya, berbalik dan meninggalkan rumah yang sudah tiga bulan ini ditempati.
Alena membalikkan badan, berharap Aland akan keluar dan menyusul. Harapan adalah sebuah harapan, pria itu tak pernah muncul. Alena tersenyum kecut, benang merah yang selalu dia jaga, terputus sudah. Aland pria itu telah menghancurkan seluruh impiannya.
Dua Bulan setelah melahirkan, Alena memutuskan untuk bertemu dengan Aland. Dia menuju apartment yang ditinggali Aland sebelum kami menikah. Baru saja Alena ingin membunyikan sebuah bel, Aland sudah membukakan pintu.
"Ucapkan talakmu padaku." pinta Alena, suaranya bagai bisikan ditelinga Aland.
Aland menatap wanita didepannya, ingin sekali merengkuh wanita itu dipelukannya. "Terima kasih sudah menemaniku selama ini, Alena. 6 bulan adalah waktu yang membahagiakan untukku. Kau tahu, aku mencintaimu." hening beberapa saat. "Aku menceraikanmu, Alena."
Binar mengerutkan dahinya "Beliau mana pantas ditaksir sih, off limits, pantasnya buat dikagumin."
Warning:
[ Sexual assault and harassment, violence, mature.]
lot of typos and incorrect sentences, any insight will be appreciated. My apologies for the inconveniences
Zero tolerance for any indication of plagiarism. Join me at the table, coffee in hand, along with my lawyer.
but anyways ππ«°