RAKA

Malam terlalu sunyi, tapi Aira tidak kesepian. Ia merasa malam ini berbeda, lelahnya hilang walaupun perjalannya hari ini cukup melelahkan. Siang tadi Aira harus cepat pergi ke bandara soekarno hatta, pukul 13:15 tepat ia akan take off dengan tujuan kota Yogyakarta. Hanya dalam waktu 30 menit saja, transportasi itu memisahkan dirinya dari kota jakarta, tempat dimana Aira dibesarkan dan dilahirkan. Sungguh, jika bukan karena kebesaran dan kuasa-Nya, pasti transportasi semacam itu tidak akan terbang menembus awan pikirnya. Dari Yogyakarta Aira harus menempuh tempat tujuannya selama kurang lebih 2 jam menggunakan kendaraan roda empat yang telah ia pesan dari jauh-jauh hari, ia harus sampai sebelum jam lima sore. Jika tidak, gerbang asrama yang hampir 4 tahun ini menjadi tempat tinggal keduanya akan ditutup dan akan dibuka setelah maghrib nanti. Aira harus menunggu hingga para ustadz ustadzah 'rawuh' saat gerbang mulai dibuka kembali. Ia tidak suka menunggu pada kedaan seperti itu, bukan karena sendirian. Tapi ia merasa malu jika dilihat oleh santri putra yang sengaja berkeliaran diarea masjid, karena kebetulan gerbang utama dekat dengan masjid An-Najah. Tapi untunglah Aira sampai di pondok ini pada jam setengah 4 sore lebih seperapat.