NabilaAi
Dunia selalu memiliki caranya sendiri untuk menyeimbangkan semesta, ia menciptakan matahari yang membakar untuk mencairkan salju yang membeku, dan ia menciptakan badai untuk mengusik keheningan laut yang tenang. Begitu pula dengan takdir dua kerajaan besar, Seraphine dan Eldric.
Seraphine adalah sebuah simfoni warna, tempat di mana udara beraroma stroberi dan lautnya menyimpan cahaya jutaan ubur-ubur yang menari di bawah rembulan. Di sana, hidup seorang putri bulat bernama Xiina, gadis yang membawa kegaduhan di setiap langkahnya, seolah-olah seluruh keceriaan dunia telah tumpah ke dalam nadinya.
Namun, di Utara yang jauh, Eldric berdiri dengan keangkuhan yang membeku. Kerajaan itu adalah monumen bagi keheningan, tempat di mana waktu diukur dengan ketebalan es dan martabat diukur dengan tajamnya pedang. Pangeran mudanya, Sylus, adalah perwujudan dari Eldric itu sendiri kaku dan tertutup dalam baju besi kewajiban yang menyesakkan.
Saat kedua dunia ini bersentuhan dalam sebuah perjanjian, tidak ada yang menyangka bahwa secarik kertas diplomatik akan berubah menjadi benang merah yang mengikat dua jiwa. Pertemuan itu bukanlah tarian yang anggun, melainkan benturan yang meninggalkan bekas. Xiina dengan kelancangannya yang tulus mulai mengikis lapisan es di hati Sylus, sementara Sylus dengan ketenangan kaku-nya mulai menjadi jangkar bagi sang putri yang liar.
Ini bukanlah sekadar dongeng tentang pangeran dan putri. Ini adalah kisah tentang surat-surat yang menyeberangi samudera, tentang janji-janji yang dibisikkan di puncak menara, dan tentang dua anak manusia yang dipaksa tumbuh dewasa oleh luka dan perpisahan.
Sebab di antara ombak Seraphine dan pegunungan salju Eldric, ada sebuah janji yang tak akan pernah bisa dibekukan oleh musim dingin mana pun. Bahwa rasi bintang akan selalu menunjukkan jalan pulang.