Aletheiawij
Lyra hanyalah anak kecil yang mengais cinta dari sisa-sisa. Ia hidup mengejar atensi dan perhatian semu, berteriak dalam kegelapan, berharap seseorang mendapatkan sinyalnya.
Julian adalah segala hal yang Lyra inginkan dari seorang lelaki; tegas, namun tetap manis dan perhatian. Sepuluh tahun lalu, Lyra mengenal Julian sebagai guru magang baru di sekolahnya. Keduanya pertama kali bertemu lewat goresan tinta, dan sejak itu, Julian mengajarkan Lyra bukan hanya tentang menggambar, tetapi juga keberanian untuk percaya dan memiliki hidupnya sendiri.
Diartikan cinta pun terlalu dangkal. Untuk Lyra, Julian seperti dewa, sosok yang menariknya keluar dari kegelapan. Kehadiran singkat pria yang delapan tahun lebih tua darinya itu membekas dalam, bahkan setelah waktu berlalu dan ingatan mulai memudar.
Kini, mereka bertemu kembali dalam posisi yang sepenuhnya berbeda.
Bukan lagi ruang kelas, melainkan dunia kerja, hierarki, dan batas-batas yang tak tertulis.
Julian telah menjalani hidupnya sendiri.
Dengan nama besar, tanggung jawab, dan sebuah pernikahan yang menyertainya.
Di antara kebiasaan lama, jarak yang ambigu, dan ingatan yang samar, pertemuan mereka terasa seperti permainan takdir. Batas yang seharusnya jelas justru menjadi kabur; interaksi yang hangat perlahan menipu rasa. Sisi rapuh Julian dan kehangatan yang terbagi itu tumbuh menjadi perasaan yang menuntut pengakuan, sekaligus memberi peringatan: dekat, tapi jangan melangkah terlalu jauh.