You Are The Best Thing I Never Planned

7 0 0
                                    

Mustahil bagi seorang Ella Bloom untuk jatuh cinta. Kehidupannya sudah disibukkan dengan hal-hal akademis. Selama ini, dia menjadi saksi patah hati teman-temannya. Melihat mereka menangisi laki-laki tidak berguna sangatlah bodoh. Hal itu semakin memperkuat Ella untuk jangan pernah jatuh cinta.

Malam ini, kota Saint Paul sedang turun salju. Butiran-butiran es halus jatuh dari langit dan menyentuh tanah dengan lembut. Ella mengalihkan pandangannya dari jendela dan kembali sibuk mengerjakan soal-soal. Satu minggu lagi, sekolah akan mengadakan ujian sebelum libur musim dingin.

Duk!

Tangannya mendadak berhenti menulis begitu mendengar suara tepat dari jendela. Tampak serpihan-serpihan bekas salju yang menempel di kaca begitu dia melihat. Ella mengernyitkan dahinya sambil menatap dengan was-was.

Duk!

Tubuhnya tersentak ke belakang tepat ketika sebuah bola salju mendarat di jendelanya. Siapa yang mengajaknya bermain salju di tengah malam seperti ini? Dia cukup penasaran sampai rela meninggalkan soal-soal itu untuk melihat siapa di sana. Ella mengangkat satu alisnya begitu melihat seorang laki-laki bertopi rajut yang sedang membuat satu lagi bola salju. Cewek itu tidak berniat untuk membuka jendela sama sekali. Dia benar-benar tidak mengenalnya. Setelah menatap laki-laki itu dengan tatapan aneh, Ella kembali ke meja belajarnya. Baru saja dia menempelkan bokong di atas kursi, terdengar bunyi itu lagi. Sekarang, jendelanya sudah tertutup cukup banyak bekas salju. Ella beranjak lagi dari kursinya dan melangkah dengan kesal.

Dia membuka jendelanya dan berteriak, "Hey! Kau salah rumah!"

Laki-laki itu kini mengangkat wajahnya sehingga Ella bisa melihatnya lebih jelas. Dia bermata biru dan berkulit pucat. Rambut hitamnya sebagian besar tertutup oleh topi rajut. Wajah yang asing, juga penampilan yang asing. Dia tersenyum begitu menangkap mata Ella dengan mata birunya. Cewek itu pun semakin mengernyit aneh.

"Kau mau apa?" teriak Ella lagi.

"Kau bisa turun dan kemari bersamaku?" Laki-laki itu berteriak sambil tersenyum. Hah, memang bisa?

Ella buru-buru menutup jendelanya dengan ketakutan. Kali ini, dia sampai menutup tirainya. Apa yang akan dilakukan oleh seorang laki-laki asing di tengah malam begini? Pasti dia mau merampok, pikir Ella. Dia ingin memberitahu kedua orangtuanya di kamar sebelah, tapi entahlah dia tidak yakin.

Duk!

Ella merengut kesal. Dia harus memilih, mengabaikan orang itu atau meladeninya. Pilihan yang paling masuk akal memang pilihan pertama. Tapi, hati dan otaknya sedang tidak sinkron. Dalam hatinya, Ella penasaran dengan laki-laki itu. Tampangnya sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia itu perampok. Dia merengut lagi untuk kesekian kalinya dan menghentakkan kaki menuju jendela. Tangannya menyibak tirai berwarna putih dengan kasar. Namun, perlahan wajahnya mengendur begitu melihat tulisan yang diukir di atas tumpukan salju.

"Vance...Hall?" Ella membaca tulisan itu sambil menyipitkan kedua matanya.

Vance Hall? Apa itu namanya?

Tanpa disadari, sudut bibirnya terangkat naik sehingga membentuk senyuman. "Kau mau bermain tulis-tulisan? Oke, aku ikuti," gumamnya pelan.

Ella mencari papan tulis mini pemberian Granny di sudut tempat tidurnya. Dia menulis sesuatu menggunakan spidol hitam di atas papan itu. Dia terkekeh pelan, lalu menyodorkan papan tulis itu ke arah jendela yang masih tertutup rapat.

Laki-laki itu tampak menyebut nama Ella dan selanjutnya cewek itu tidak bisa menangkap lagi apa yang dia bicarakan. Tangannya pun bergerak membuka jendela untuk mendengar. Udara dingin menusuk kulit Ella yang hanya berpakaian piyama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In Every Seasons, I Still Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang