Satu

1.1K 13 0
                                    

Di lapangan terlihat beberapa siswa sedang melakukan latihan bola basket, ditemani oleh pelatih mereka. Karena sebentar lagi akan ada pertandingan bola basket antar sekolah, maka dari itu mereka harus melakukan latihan.

Dari kejauhan terlihat Wawan datang menghampiri Leon yang sudah siap memasukkan bola basket ke dalam ring.
Entah apa yang dibisikkan oleh Wawan hingga membuat Leon membuang bola basketnya, lalu berlari keluar dari dalam lapangan, tidak peduli dengan suara pelatihnya yang memanggil namanya.

Brak.

Siswi yang bertugas menjaga UKS terkejut.

“Keluar!”

Tanpa diperintah dua kali, Susi segera keluar dari dalam UKS dan memasang peringatan kalau UKS tidak bisa digunakan.

Leon mengunci pintu UKS, lalu berjalan menuju tirai yang tertutup di ujung ruangan.

Sret.

Di atas ranjang terlihat Naura berbaring dengan mata yang terpejam. Leon kembali menutup tirai, lalu duduk di kursi samping ranjang.

Naura mengerutkan keningnya dalam tidurnya, dan di detik berikutnya ia mengerjapkan matanya.

Leon mengusap punggung tangan Naura. “Lo kenapa?”

“Lho, bukannya kamu ada latihan, ya?” tanya Naura. “Kok kamu ada di sini?”

“Latihan gue udah selesai,” jawab Leon bohong. “Lo belum jawab pertanyaan gue.”

“Perut aku sakit,” kata Naura.

“Lo lagi halangan?” tanya Leon.
Naura menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

“Gue keluar bentar, lo istirahat aja di sini. Pintu UKS bakalan gue kunci dari luar.” Leon lalu berdiri dari duduknya, dan keluar dari dalam UKS.

Tangannya meraih handphonenya dari dalam saku celananya, lalu menghubungi nomor Wawan.

“Kenapa, lo?” tanya Wawan di seberang sana.

“Wan, gue butuh surat izin dari BK, gue mau keluar bentar ke supermarket,” kata Leon.

“Oke, lo tunggu di parkiran aja, kayak biasa,” kata Wawan.

Leon berdehem, lalu memutus panggilan.

Karena menuju parkiran harus melewati lapangan basket, mau tidak mau Leon harus menghampiri pelatihnya yang memanggil namanya.

“Tadi kamu ke mana, Leon? Saya panggil, kamu malah lari,” tanya Udin, pelatih Leon dan tim Leon.

“Ke UKS,” jawab Leon. “Pacar saya sakit, saya absen dulu untuk latihan hari ini.”

“Tidak bisa, Leon. Tinggal 3 hari lagi, sebelum pertandingan dimulai, kamu dan tim kamu harus berlatih dengan giat,” kata Udin menolak.

“Saya gak lagi izin, Pak. Permisi,” kata Leon.

“Kamu akan saya keluarkan dari tim kalau kamu tetap absen, Leon.”

Perkataan Udin membuat langkah kaki Leon terhenti.

Ia berbalik, lalu menatap Udin dengan alis yang naik sebelah. “Lo jangan ngelunjak. Lo cuma pelatih pengganti di sini, lo gak ada hak untuk ngatur gue.”
Tatapan Leon menatap semua anggota timnya. “Kalian bubar. Pesan apa pun yang kalian pengen di kantin, entar tagihannya kasih ke gue.”

Perkataan Leon membuat teman-temannya bersorak gembira. Mereka segera membubarkan diri, lalu menuju kantin.

Setelah itu, Leon pergi dari sana.
“Eh, kalian mau ke mana?” tanya Udin.

“Bapak gak denger apa kata kapten kami?” tanya Faris. “Dia nyuruh kami bubar, berarti hari ini gak ada latihan.”

“Gak bisa gitu. Saya pelatih kalian, saya yang memutuskan kapan latihan akan berakhir,” kata Udin tidak terima.

Carlos menepuk pundak Pak Udin. “Pelatih pengganti, Pak.”

“Ayo, cabut!” seru Nando.

Mereka semua pergi dari sana, meninggalkan Udin yang terlihat kesal setengah mati.

Sesampainya di parkiran sekolah, tidak lama kemudian Wawan datang menyusulnya dengan membawa selembar kertas putih. Surat izin.

“Oke, makasih.” Leon pun masuk ke dalam mobilnya.

“Lo ngapain?” tanya Leon saat melihat Wawan ikut masuk ke dalam mobilnya.

“Gue ikutlah,” jawab Wawan.

“Emang lo udah izin?”

“Udahlah. Nih, ada nama lo sama nama gue.” Wawan memperlihatkan surat izin yang ia genggam.

“Tumben banget lo mau bolos.” Leon mulai mengendarai mobilnya keluar dari dalam parkiran sekolah.

“Gue lagi males belajar kimia, apalagi gurunya kayak dendam banget sama gue,” kata Wawan.

“Emang lo habis ngapain, sampai Bu Alma dendam sama lo?” tanya Leon.

Leon dan Wawan memang tidak sekelas lagi, karena mereka berdua tidak kebagian di kelas yang sama saat kenaikan kelas dua belas, enam bulan yang lalu.

Sepertinya para guru tidak suka jika mereka berdua ditempatkan di satu kelas yang sama, karena keduanya selalu saja kompak untuk melakukan pemberontakan di kelas.

Terbukti dengan memisahkan mereka berdua, kelas tidak lagi rebut karena pemberontakan mereka berdua. Hanya saja, kekompakan mereka tetap terjalin di luar kelas.

Para guru tidak sanggup untuk melarang keduanya, karena keduanya adalah siswa yang memegang banyak rahasia di dalam sekolah. Mau tidak mau, para guru hanya bisa menegur sewajarnya saja.

Karena jika mereka menegur dengan keras, maka keduanya akan bertindak di luar dugaan mereka. Seperti beberapa bulan lalu, di mana Leon dan Wawan berhasil mempermalukan Pak Joko dengan memperlihatkan kelakuan buruknya yang menerima uang sogokan dari beberapa orangtua murid.

“Emang lo mau ke mana?” tanya Wawan setelah mereka sudah berada di luar lingkungan sekolah.

“Gue mau ke minimarket beli pembalut cadangan buat Naura, sama beliin minuman hangat,” jawab Leon.

Wawan menepuk tangannya. “Cowok idaman banget. Kalau gitu, gue juga mau jajan deh.”

Leon menatap Wawan. “Bayar sendiri.”

“Pelit banget lo jadi sahabat.”

“Lo tuh punya banyak duit, ya, Wan. Sama banyaknya sama gue, tapi lo selalu aja minta dibayarin sama gue. Heran,” kata Leon.

Wawan tertawa. “Duit gue gak gue pakai karena gue tabung buat weekend nanti, malu-maluin banget kalau misalnya gue gak bisa manjain Dea dengan uang gue.”

“Sialan lo. Untung lo selalu bantu gue, kalau gak, ogah gue selalu bayarin,” kata Leon. “Lagian Dea gak matre deh, kenapa lo harus manjain?”

Wawan berdecak. “Itulah kenapa kebanyakan cewek gak betah sama lo, karena hal sepele aja lo gak peka.”

Leon menaikkan sebelah alisnya. “Lo kira mantan gue ada berapa?”

Wawan terlihat berpikir. “Kayaknya dari gue kenal lo sampai sekarang, cuma Naura doang yang jadi pacar lo. Selebihnya cabe-cabean yang nekad dekatin lo.”

“Itu lo tahu. Jadi di bagian mana yang buat kebanyakan cewek gak betah sama gue? Buktinya Naura betah tuh sama gue.”

“Naura emang gak bilang, tapi gue tahu, dia pasti mau juga di manjain sama lo,” kata Wawan.

“Naura udah punya segalanya, ngapain gue susah-susah beli barang yang udah dia punya,” balas Leon membuat Wawan semakin berdecak.

“Bodolah, capek gue ngomong sama manusia gak peka kayak lo.”

Romantic Couple (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang