One Shoot - Extraordinary Love

261 6 0
                                    

Happy Reading~~
.
.
Aku cinta kamu..
.
Bukan kalimat yang sulit sebenarnya. Bahkan itu hanya tiga kata yang sangat sederhana. Tiga kata yang dirangkai menjadi satu dan menghasilkan makna yang sangat dalam. Bahkan anak kecil pun tau itu.
.
Namun bagi Sandara, gadis belia yang cantik dan baik hati yang biasa di panggil Dara itu, kalimat 'aku cinta kamu' bukanlah hal yang mudah untuk diucapkan. Bahkan sangat sulit baginya. Bukan karena jarak jauh yang memisahkannya dengan pria yang ia cintai. Bukan juga karena ia mempunyai masalah yang sangat berat dengan pria itu sehingga membuatnya kelu untuk berucap.
.
Melainkan karena alasan lain. Alasan yang membuat semua orang yang tau akan masalahnya, juga berpendapat bahwa tiga kata itu memang sulit baginya, untuk diucapkan..

Kwon Jiyong atau biasa dipanggil dengan Jiyong. Inilah nama pria tampan yang ada di hati Dara. Mereka tidak jauh. Bahkan mereka sangat dekat. Mereka juga tidak ada masalah. Bahkan sangat akrab.
.
Mereka tinggal satu atap selama bertahun-tahun. Awal mulanya karena status mereka adalah saudara. Namun, sepeninggal kedua orang tuanya karena kecelakaan dan merenggut nyawa keduanya di tempat kejadian, mereka jadi tau jika status saudara hanyalah omong kosong belaka.
.
Mereka bukan saudara kandung, melainkan hanya anak adopsi yang diambil dari panti asuhan oleh sepasang kekasih yang sangat kaya raya namun tidak bisa memiliki keturunan. Dan karena sudah merasa saling nyaman satu sama lain, mereka pun memutuskan untuk tetap tinggal satu atap dan menerima warisan dari orang tua angkat mereka.
.
Kebersamaan Jiyong dan Dara, ternyata sangat erat terasa. Hingga menimbulkan rasa aneh di hati yang terdalam. Bukan hanya Dara yang merasakan. Namun Jiyong pun juga. Mereka merasakan hal yang sama. Yaitu, Cinta.
.
Jika Dara tak bisa mengungkapkan cinta itu karena masalah yang ada pada dirinya, alasan Jiyong berbeda. Ia tidak bisa mengungkapkannya karena ia tidak ingin merusak rasa kekeluargaan yang telah tercipta selama mereka bersama. Ya.. Jiyong sudah nyaman akan suasana ini, dan ia tidak ingin merusaknya.
.
Cinta itu indah. Namun, jika tidak diungkapkan, akan sakit rasanya. 
Jadi, yang hanya bisa mereka lakukan untuk mengungkapkan cinta itu, hanyalah dari tingkah laku. Perhatian..
.
.
***
.
.
"Dara, ini susu putih mu" Jiyong menaruh segelas susu putih di atas nakas samping tempat tidur Dara. Dan Dara yang sedang asik membaca novelnya hanya tersenyum tipis. Itu kebiasaannya..
.
"cepat minum" suruh Jiyong.
.
Dan tanpa menjawab Darapun meraih gelas itu dan meneguknya hingga habis, lalu membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya, bukti jika ia memang sudah menghabiskan susu putih itu. Itu pun juga kebiasaannya.. Ia selalu bertingkah seperti anak kecil di setiap malam sebelum tidur.
.
Jiyong tersenyum puas "pintar.. sekarang tidurlah" Jiyong mengusap puncak kepala Dara penuh kasih sayang dan mengecupnya singkat "mimpi indah".
.
Ya, kegiatan singkat seperti itu adalah salah satu kebiasaan mereka, wujud kepedulian dan kasih sayang yang mereka tunjukkan di setiap harinya. Hingga pelayan rumah pun tak ada yang berani untuk menggantikan kebiasaan Jiyong untuk mengantar susu putih kesukaan Dara ke kamar secara langsung.
.
Selesai dengan kegiatan singkat itu, Jiyong kembali ke ruang kerjanya dan kembali menyelesaikan berkas-berkas yang masih menumpuk di sana.
.
Sebagai ahli waris perusahaan ayah angkatnya, tentu saja ia tidak bisa hanya menikmatinya saja. Karena itu, ia juga ikut ambil alih perusahaan yang sempat di pegang oleh mendiang ayahnya itu.
.
Begitu banyak yang ia kerjakan, hingga kepalanya merasa pusing karena semua lembar kerja yang membosankan itu. Namun, ia tau bagaimana cara mengatasi rasa jenuhnya. Memandang foto Dara yang ada di ponselnya adalah kebiasaan dan satu-satunya cara untuk mengatasinya.
.
Foto saat Dara yang sedang makan, tertawa, merenung, bahkan foto saat Dara tidur pun Jiyong memilikinya. Itu adalah hiburan tersendiri bagi Jiyong.
.
Senyuman tipis perlahan mengembang seiring jari telunjuknya yang menekan tombol 'next' pada ponselnya. Namun senyuman itu tidak bertahan lama, saat ia melihat foto Dara yang sedang mengamati sesuatu dari kejauhan. Di foto itu Dara terlihat sangat sedih. Sedih saat melihat gerombolan anak sedang berlatih paduan suara di sebuah gedung pertunjukan. Melihat ekspresi itu, hati Jiyong pun ikut merasakan kesedihannya. Dan tanpa sadar, setetes air mata jatuh membasahi pipinya.
.
"Aku mohon jangan sedih.." tanpa sadar, kalimat itu keluar begitu saja.
.
Jiyong tau jika Dara sangat suka menyanyi. Ia tau itu, karena di setiap harinya Dara selalu menonton kontes menyanyi di layar kaca televisi maupun secara langsung di panggung pertunjukan. Bahkan dari radio pun Dara hanya suka mendengarkan musik dan perlahan mengikuti alunan lagu yang ia dengar dengan menggoyangkan tubuhnya ringan ke kanan dan ke kiri.
.
Namun sama. Ekspresi Dara setiap melihat dan mendengarkan orang bernyanyi tetap sama. Ia sedih. Sedih karena ia tidak bisa ikut bernyanyi seperti yang lain. Bahkan terkadang ia marah. Marah karena ia tidak bisa melakukan apa yang ia ingin lakukan.
.
Ia hanya ingin bernyayi, namun ia tidak bisa.
.
Membanting seluruh benda yang ada di hadapannya dan menangis tanpa suara di kamar mandi sambil mengguyur seluruh tubuh, adalah kebiasaannya saat marah. Dan saat Jiyong mengetahui itu terjadi, ia hanya bisa diam dan mengamati Dara dari kejauhan dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya, ikut merasakan kesedihan yang Dara rasakan.
.
Jiyong sangat tidak tega melihat Dara terus menangis. Ia ingin sekali menggantikan Dara untuk merasakan semua kesedihannya. Biarkan dia saja yang sedih, dan Dara tetap bahagia. Itu lebih baik baginya. Namun ia sadar itu tidak bisa..
.
Hingga getaran dari ponsel yang masih dalam genggamannya, membuat Jiyong seketika melebarkan mata saat melihat nama penelpon yang tertera di sana. Donghae. Nama yang sangat tidak ingin ia masukkan dalam daftar orang yang ia kenal.
.
Jiyong mengarahkan jarinya ke tombol berwarna hijau pada ponselnya, dan mengarahkan ponsel itu ke telinganya tanpa bersuara.
.
"hallo Jiyong sahabatku.." suara mengejek sangat terasa pada aksen bicara Donghae di sebrang sana "kau masih mengingatku bukan?" Donghae tersenyum di sudut bibirnya "sudah lama kita tidak bertemu, dan kita hanya mengobrol lewat telpon selama ini.." semua kalimat Donghae benar-benar membuat Jiyong muak.
.
"apa yang kau inginkan?" tanya Jiyong geram.
.
"Oooh.. apa kau marah karena aku menelponmu lagi? Aku hanya ingin kita bertemu sahabat masa kecilku.." Donghae tertawa kecil di seberang sana.
.
"aku tidak ingin bertemu denganmu"
.
"benarkah?" jeda sejenak "bagaimana jika kau mendengar ini?" Jiyong menunggu sejenak berusaha mendengar apa yang mungkin bisa ia dengar, namun ia tak mendengar apapun hingga suara Donghae kembali terdengar "oh maaf, aku lupa jika dia tidak bisa bicara" Jiyong mengerutkan keningnya mendengar itu "ku kira.. jika kau mendengar bahwa gadis cantik yang dulu pernah menjadi bahan rebutan kita, saat masih berada di panti asuhan dulu sedang bersamaku.. kau akan menemuiku?"
.
Dalam sekejap Jiyong berdiri dari kursinya, terkejut "apa yang kau lakukan pada Dara?!" secepat kilat Jiyong langsung berlari menuju kamar Dara. Dan betapa terkejutnya Jiyong saat melihat pintu kamar Dara terbuka..
.
Dan kosong.
.
"apa yang kau lakukan pada Dara?! Dimana dia sekarang?! Cepat katakan!" Jiyong langsung menyerang Donghae dengan amarah yang meningkat.
.
Bagaimana ia bisa kehilangan Dara? Bagaimana bisa ini terjadi? Bahkan ia baru saja memberi Dara segelas susu putih untuk tidur!
.
"Oh tenang lah.. Dara baik-baik saja.. dia aman bersamaku. Apa kau ingin menemuinya?"
.
"dimana kau sekarang? Cepat katakan!"
.
"Jika kau sedang berada di kamar Dara, kau akan menemukan selembar kertas di atas nakas Dara" mendengar itu, Jiyong pun mencari kertas yang dimaksud Donghae "itu alamat dimana aku berada saat ini. Datanglah kemari, seorang diri" Donghae merendahkan suaranya "Kita reuni malam ini"
.
Klik. Telpon terputus.
.
"Hallo! Donghae! Halo! Sial!" Jiyong menghembuskan nafas kesal sambil mengamati selembar kertas yang sudah ada di tangannya. Di remasnya kertas itu dengan penuh amarah "aku takkan membiarkanmu menyakiti Dara!" geram Jiyong sambil berjalan cepat menuju mobilnya.
.
.
***
.
.
Dalam perjalanan, Jiyong terus saja menggertakkan giginya kesal. Ia tidak tau apa maksud Donghae melakukan semua ini padanya. Semua anak panti asuhan tau jika Dara memang primadona saat itu. Bahkan tidak hanya Jiyong dan Donghae saja yang memperebutkannya, melainkan anak pria yang lain juga. Namun, jika Donghae ingin memiliki Dara dengan cara seperti ini? Benar-benar sangat kekanak-kanakan!
.
Memingat Donghae.. Sejak dulu, Donghae yang Jiyong kenal memang terkenal usil dan suka merebut barang milik anak panti asuhan lain tanpa permisi dan menyebabkan anak itu menangis. Bahkan Jiyong juga sering menjadi korbannya. Namun, Jiyong berpikir jika itu hanyalah kenakalan masa kecil yang akan menghilang saat mereka sudah tumbuh dewasa. Tapi ternyata ia salah. Semakin dewasa, Donghae semakin melunjak. Bahkan ia hampir mencelakai anak panti asuhan lain hingga terjatuh dari pohon dan mengalami patah tulang.
.
Dan kenakalannya bertambah saat ia mendengar bahwa Jiyong dan Dara di adopsi oleh keluarga yang sama, dengan status kaya raya. Donghae iri. Mungkin karena itu ia jadi seperti ini. Bahkan, tanpa di sangka Jiyong dan Dara. Donghae lah penyebab kecelakaan yang terjadi pada kedua orang tua angkatnya hingga mereka meninggal.
.
"sebenarnya apa maunya" geram Jiyong sambil terus melaju menembus jalanan kota yang sepi karena malam.
.
.
***
.
.
Sementara itu, Donghae masih mengamati Dara yang sedang duduk di hadapannya, ketakutan.
Donghae tersenyum tipis "kau tidak perlu takut Dara.. aku tidak akan menyakitimu.. kau tau kan jika aku menyukaimu? Sebagai pria yang baik, aku tidak akan menyakitimu.."
.
"Mmbb.. mmbb" tidak ada kain ataupun plester yang menempel pada mulut Dara, hanya tangan yang terikat erat di belakang kursi yang ia duduki saja yang terlihat. Namun, hanya itu suara yang dapat ia ciptakan.
.
Benar, Donghae tidak perlu repot-repot untuk memasang kain ataupun plester hitam pada mulut Dara, karena ia tau jika kejadiannya akan seperti ini. Dara tidak akan bisa berteriak meminta tolong atau bahkan hanya untuk mengucapkan satu kata patah pun. Karena dia bisu.
.
Setetes air mata mengalir pada tulang pipi Dara, dan ia terlihat sangat ketakutan. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain pasrah dengan semua tali yang menali dirinya saat ini hingga membuatnya sakit dan sulit bergerak.
.
Beberapa menit telah berlalu, namun Jiyong belum juga datang. "Aaah.." Donghae merasa mulai bosan jika harus terus menunggu "apa dia tidak tau alamat yang ku beri sehingga dia lama sekali?" Donghae berbicara pada Dara sedikit kesal "atau dia memang tidak peduli padamu?" wajah Donghae semakin dekat dengan Dara.
.
Mata Donghae melihat bekas air mata yang mengalir di wajah gadis cantik di depannya itu. Perlahan ia mengarahkan jari telunjuknya untuk menghapus air mata yang masih ada di sana. Namun Dara mengelak, ia tidak suka pada Donghae sejak dulu. Dan sikap Donghae yang sekarang, semakin membuatnya benci dan takut.
.
"wow! Kau mengelak?" dengan kasar Donghae mencengkram dagu Dara dan membuat Dara meringis tanpa suara "kenapa? sakit? Aku hanya ingin menghapus air matamu, tapi kau mengelak. Jadi bukan salah ku jika aku kasar"
.
Donghae mulai mengusap air mata yang ada di tulang pipi Dara "kulitmu halus sekali.." namun sorot mata Donghae berubah menjadi nafsu. Entah kenapa ia menjadi ingin memiliki Dara hanya setelah menyentuh pipinya "Jiyong.." Donghae menggantung kalimatnya "dia sepertinya tidak akan datang menjemputmu" Donghae menaikkan sebelah alisnya nakal "mungkin sebaiknya.. kau menemaniku malam ini" kalimat Donghae yang terakhir benar-benar membuat Dara ketakutan. Ia gemetar dan kembali meneteskan air matanya. Ia tidak ingin miliknya direnggut paksa oleh orang seperti Donghae.
"Kau setuju kan?"
BRAK!
"Donghae! Dimana kau!" teriakan seorang pria yang baru saja mendobrak pintu dengan kasarnya sambil mengedarkan matanya sampai ke penjuru ruangan, menyita semua perhatian yang ada di sana. Donghae, Dara, dan beberapa orang bertubuh tinggi tegap. 
"Donghae! Menjauh dari Dara!" teriak orang itu lagi, saat telah menemukan orang yang ia cari.
.
Itu Jiyong. Dia datang.
.
Dengan setengah berlari, Jiyong menuju Donghae sambil mengepalkan tangannya. Namun langkah Jiyong seketika terhenti saat ada beberapa lengan kekar dan berat yang menahan tubuhnya untuk terus melangkah. Dia di tahan oleh pesuruh Donghae.
.
"Lepaskan!"
.
Donghae hanya menyerigai sinis menatap keadaan Jiyong "lepaskan dia" satu kalimat dari mulut Donghae membuat Jiyong terbebas dari lengan-lengan kekar itu.
.
"ku kira kau tidak akan datang" ejek Donghae saat Jiyong berjalan penuh emosi ke arahnya. Dan..
.
BUG!
.
Satu pukulan keras mendarat di pipi Donghae dan membuatnya merasakan rasa asin di bibirnya.
.
Melihat itu, para pesuruh bebadan kekar yang tadi menahan Jiyong langsung berlari menuju Jiyong dan hendak menghajarnya, namun Donghae memberi isyarat dengan sebelah tangannya untuk jangan ikut campur. Dan pesuruh itupun kembali mundur.
.
Donghae berdiri perlahan, tetap tertawa kecil sambil memegang pipinya yang masih terasa linu. Ia berjalan menuju Jiyong yang sudah ada di samping Dara berusaha melepaskan tali yang mengingat di tubuh Dara. Namun semakin dekat dengan Jiyong, tanpa di sangka emosi Donghae semakin melunjak. Ia membawa pisau di tangannya yang telah ia ambil dari saku jaketnya.
.
Donghae semakin mendekat dan sudah mengangkat pisau itu di udara siap untuk menusukkan bagian tajamnya ke arah Jiyong. Dara yang mengetahui itu, seketika melebarkan matanya dan ingin sekali memperingatkan Jiyong yang membelakangi Donghae. Namun suara yang ia keluarkan hanya membuat Jiyong berkata 'sebentar lagi kita akan bebas'. Hingga jarak diantara mereka hanya tinggal beberapa langkah..
.
JLEB!
.
"Aarkh!" spontan Jiyong merintih kesakitan karena merasakan ada benda tajam yang menusuk bahu kanannya.
.
Dara yang masih belum bebas sepenuhnya hanya bisa menghentak-hentakkan kakinya dan menangis melihat Jiyong kesakitan.
.
"Aakrh!" suara Jiyong kembali terdengar saat pisau itu dicabut dan di tusukkan lagi beberapa kali hingga membuat Jiyong terjatuh dengan penuh darah segar di bahunya.
.
"Ee.. ee.." Dara kembali menghentak-hentakkan kakinya saat melihat Jiyong kembali kesakitan, "ee.. ee.." usahanya untuk berteriak sia-sia. Ia hanya bisa menangis dan menangis tanpa suara yang berarti. Ia merasa tidak berguna karena bisu. Apa yang bisa ia lakukan sekarang?
.
"Dong.. Hae.. kau.." suara Jiyong terdengar marah, bukan kesakitan.
.
"pukulanmu keras juga" Donghae meludahkan darah segar yang masih saja keluar di dalam mulutnya ke sembarang arah "sepertinya kau tidak sayang terhadap dirimu sendiri?"
.
Jiyong berusaha berdiri masih sambil meremas bahunya yang penuh dengan darah, "apa.. yang kau mau.. sebenarnya?" suara Jiyong sedikit tersendat karena menahan rasa sakit dan marah yang bercampur menjadi satu.
.
"aku tidak ingin apa-apa" Donghae melipat pisaunya dan memasukkannya ke dalam saku belakang celananya "awalnya.. aku hanya ingin bicara baik-baik dengan kalian dan membuat kesepakatan akan sesuatu" kilatan licik seketika terlihat dari mata Donghae "tapi aku berubah pikiran, setelah kau memukulku tiba-tiba" Donghae menatap Jiyong tajam "Aku ingin memilikinya langsung tanpa meminta persetujuan kalian"
.
"apa maksudmu?"
.
Donghae berjalan cepat ke arah Jiyong dan.. BUG! Pukulan keras kini mendarat tepat di tulang pipi Jiyong dan langsung membuatnya tersungkur ke tanah dengan posisi muka yang sedikit tergores dengan tanah.
.
"aku akan memiliki Dara malam ini, di depanmu! Setelah itu, aku akan mengambil semua yang kau punya!"
.
Mata Jiyong langsung terbelalak mendegar perkataan Donghae. Apa maksudnya? Memiliki Dara? Apa dia..
.
"Wooyoung! Bereskan dia!" satu suruhan dari Donghae langsung ditanggap cepat oleh semua suruhannya termasuk orang yang bernama Wooyoung itu.
.
Wooyoung, Jiyong masih ingat betul nama itu. Wooyoung adalah teman satu panti asuhannya yang dulu pintar bela diri.Wooyoung yang Jiyong kenal adalah orang yang baik. Terakhir kali Jiyong mendengar kabar tentang Wooyoung, adalah saat kedua orang tua asuh Wooyoung juga meninggal karena kecelakaan. Kecelakaan yang sama seperti kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tua asuh Jiyong. Lalu kenapa Wooyoung menjadi jahat setelah kematian kedua orang tuanya?
.
"Wooyoung!" seru Jiyong tiba-tiba dan membuat Wooyoung yang sudah siap mendaratkan pukulan keras pada Jiyong, menghentikan kepalan tangannya di udara "kau Wooyoung yang satu panti asuhan denganku bukan?" Jiyong menatap mata Wooyoung "kenapa kau berubah? Kenapa kau seperti ini?"
.
BUG!
.
Wooyoung sepertinya tidak peduli pada semua kalimat yang keluar dari mulut Jiyong. Yang dia lakukan saat ini adalah satu, melakukan apa yang harus ia lakukan. Wooyoung terus saja memukul tubuh Jiyong hingga babak belur tanpa jeda, di susul dengan pukulan dari pesuruh Donghae yang lain.
.
"Tung-"
.
BUG!
.
Kali ini pukulan keras mendarat di perut Jiyong dan langsung membuat Jiyong terlempar dan tersungkur di tanah. Dia ingin melawan, tapi tidak bisa. Lengannya.. terasa kaku karena bahu yang tertusuk pisau tadi.
.
"Woo-"
.
BUG!
.
Wooyoung benar-benar telah menutup telinganya akan semua kalimat yang mungkin akan keluar dari mulut Jiyong. Namun tidak untuk kalimat yang keluar dari mulut Donghae..
.
"Wooyoung!" seru Dong Hae "sudah cukup, sekarang biarkan dia melihat apa yang akan ku lakukan pada Dara. Arahkan dia ke hadapanku"
.
Dan dalam sekejap, Jiyong pun sudah berada di hadapan Dongae dan Dara yang terlihat sangat ketakutan. Jiyong duduk bersimpuh pada tanah dengan keadaan yang benar-benar hancur. Keadaan wajah yang penuh dengan lebam dan darah yang terus mengalir pada pelipisnya, sudut bibirnya dan bahu kanannya. Tubuhnya yang terbalut kemeja dan jas yang sudah kotor, seakan tak mampu lagi untuk duduk tegak, ia hampir kehilangan kesadaran akibat semua yang ia terima. Namun, lengan Wooyoung menahan bahu Jiyong kuat, agar ia tetap duduk dan melihat ke arah Donghae juga Dara.
.
"sekarang.. setelah kau lelah akan hantaman bertubi-tubi yang kau terima. Sebaiknya kau beristirahat dan menonton pertunjukan erotis di hadapanmu"
.
Seketika kesadaran Jiyong kembali dan matanya sontak terbelalak, menyorotkan aura kemarahan yang langsung memuncak saat mendengar ucapan penuh nafsu dari Donghae itu.
.
Sreek!
.
Jiyong memberontak saat melihat Dara yang tak berdaya diperlakukan seperti itu, baju di bagian pundak Dara baru saja di sobek paksa oleh Donghae hingga memperlihatkan kulit putih dan halus milik Dara. Namun percuma saja ia memberontak, karena lengan Wooyoung yang menahan pundaknya dengan kuat, mengakibatkan dirinya tak bisa bebas.
.
"Dara!!"
.
"Mmbb.. mbb.." Dara berusaha menghindar dari Donghae yang berusaha keras untuk menciumnya.
.
"Donghae! Hentikan!"
.
"Dara!" Jiyong frustasi, ia benar-benar dibakar kemarahan. Jiyong tidak boleh hanya berteriak. Dia harus menyelamatkan Dara. Dia mencintai Dara! Dan ia harus menjaganya! Tapi bagaimana? Keadaannya saat ini, membuatnya tidak bisa melawan. Bahkan tenaganya yang tersisa sudah tidak bisa melawan tangan Wooyoung yang menahan kuat pundaknya agar tetap diam.
.
"Mmb.. mmbb.." teriakan Dara yang putus asa membuat Jiyong semakin dilanda emosi. Ia bisa. Ia harus bisa. Ia harus bisa melawan demi menyelamatkan Dara. Gadis yang dicintainya.
.
Dengan satu tarikan nafas dalam, Jiyong bergerak cepat berdiri dan memukul wajah Wooyoung sekeras-kerasanya hingga Wooyoung terlempar cukup jauh dan tersungkur di tanah dengan bibir yang berdarah. Setelah itu, Jiyong menghajar habis semua pesuruh Donghae yang mendekat dengan amarah yang sudah memuncak hingga mereka pingsan. Selesai dengan pesuruh Donghae, Jiyong pun langsung menghampiri biang kerok dari semua masalah ini.Donghae.
.
Dengan kasar, Jiyong menarik baju bagian belakang Donghae dengan tangan kirinya, lalu mendaratkan pukulan keras dengan tangan kanannya, melupakan rasa sakit yang bersarang di pundaknya. Donghae tergeletak di tanah akibat pukulan Jiyong yang menghujamnya. Posisi Jiyong yang berada di atas Donghae sangat pas untuk terus memukulnya. Wajah Donghae babak belur, penuh luka dan bengkak dimana-mana. Ia sudah terlihat lemah. Namun Jiyong masih saja memukulnya karena marah. Ia sangat benci pada Donghaet! Sangat!
.
Bahkan Jiyong hampir lupa dengan keadaan Dara yang masih tak berdaya dengan pakaian yang sudah tak layak pakai sedang menangis dan berusaha memanggilnya.
.
Namun Jiyong menghentikan pukulan nya pada Donghae saat melihat pria licik itu sudah tak bergerak dan tak melawan. Mungkin dia pingsan.
.
Perlahan Jiyong berdiri dan menghampiri Dara dengan jalan yang terseok karena menahan sakit di seluruh tubuhnya. Jiyong melepas ikatan yang masih terikat di tubuh dan lengan Dara. Setelahnya, Jiyong menutupi tubuh Dara dengan jas miliknya yang penuh dengan darah itu.
.
Namun, baru saja mereka akan beranjak pergi, nafas Jiyong tercekat. Ia merasakan sesuatu yang tajam kembali menusuk bagian dari tubuhnya, dan kali ini adalah punggungnya. Langkah Jiyong terhenti dan menoleh ke arah belakang.
.
Donghae! Ternyata dia masih sadar!
.
"selamat tinggal Jiyong"
.
BRUK!
.
Jiyong ambruk di tempat dengan pisau yang menancap pada punggungnya. Sedangkan Dara langsung ikut bersimpuh di samping Jiyong sambil menangis tanpa suara. Kebisuannya membuatnya tersiksa. Ia tidak bisa berteriak dan meminta bantuan kepada siapapun. Ia ketakutan dan hanya bisa menangis di samping Jiyong.
.
"ee.. ee.." Dara menggoyang-goyangkan tubuh Jiyong dengan air mata yang sudah membasahi seluruh wajahnya.
.
"ee.."
.
"ak.u... tid.. hak.. papa..h" melihat Jiyong memaksakan senyumnya, tangis Dara semakin deras. Ia tau Jiyong merasa kesakitan. Dara bisa merasakannya. Namun Dara tetap tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan menangis.
.
Dan tanpa sadar, Donghae dengan cepat menarik Dara dan menyeretnya agar menjauh dari Jiyong. Dara memberontak namun tarikan Donghae terasa begitu kuat. Jiyong berusaha bangun namun keadaan tubuhnya tak memungkinkan. Tubuhnya benar-beanr lemah. Air mata pun menetes dari sudut mata Jiyong saat melihat Dara yang tak berdaya, masih berusaha lepas dari cengkraman kuat Donghae. Jiyong hanya bisa menggerakkan tangannya berusaha meraih Dara dengan posisi nya yang terkapar lemah.
.
Suara Dara tak terdengar jelas, namun Jiyong bisa mendengarnya. Hingga gerakan kilat dari kegelapan, membuat Donghae terpental keras.
.
Jiyong melihat siapa yang telah mendorong Donghae begitu kuat dengan sekali pukulan.
.
'Wooyoung?'gumam Jiyong dalam hati.
.
Keadaan Jiyong begitu lemah hingga berbicara saja sangat sulit. Ia merasa sakit di seluruh tubuhnya. Bahkan ia sangat malu jika Dara melihatnya dalam keadaan seperti ini. Lemah dan tak berdaya.
.
Jiyong sedikit iri melihat tenaga Wooyoung yang masih kuat untuk menghajar Donghae. Meskipun saat Donghae mengacungkan pisaunya, Wooyoung masih bisa mengelak, menepisnya dan malah membuat Donghae jatuh tersungkur tak berdaya. Diberinya pukulan bertubi-tubi ke arah wajah dan badan Donghae tanpa jeda, hingga membuatnya lemas. Sepertinya kali ini Donghae benar-benartak sadarkan diri.
.
Begitu pula dengan Jiyong, rasa sakit di tubuhnya membuat kesadarnnya semakin lama semakin menurun. Dan penglihatannya memburam, hingga akhinya gelap.
.
.
***
.
.
"Jiyong.. apa kau sudah sadar?" suara Wooyoung terdengar jelas di telinga Jiyong yang masih mengerjap berusaha membuka mata dan melawan cahaya putih yang menyilaukan mata di sekelilingnya. Ia berada di rumah sakit.
"Jiyong?" panggil Wooyoung lagi.
.
"Wooyoung?" jawab Jiyong dengan suara serak.
.
"ini" Wooyoung memberikan segelas air putih dan membantu Jiyong untuk minum "apa kau sudah merasa baikan?" Wooyoung mengembalikan gelas itu pada nakas samping tempat tidur Jiyong.
.
Jiyong mengangguk pelan, dan seketika ia teringat tentang Dara "dimana Dara? Bagaimana keadaannya? Apa dia bai-"
.
Tidak perlu mendapat jawaban dari Wooyoung, pertanyaan Jiyong langsung terhenti saat sentuhan hangat dari tangan Dara di sisi tempat tidur yang lain menyadarkannya.
.
"Dara!" Jiyong menarik Dara ke dalam pelukannya dan Dara membalasnya dengan hangat lalu melepasnya perlahan.
.
"seperti yang kau lihat, Dara baik-baik saja" jelas Wooyoung singkat lalu tertunduk "maafkan aku Jiyong.." suara Wooyoung terdengar menyesal.
.
"tidak, aku seharusnya berterima kasih padamu, karena kau telah menyelamatkan Dara dan juga aku. Aku yakin kau tidak berniat melakukan itu karena aku yakin kau masih baik seperti dulu.." Jiyong menggantung kalimatnya "dan itu benar" Jiyong tersenyum tulus.
.
"tapi.. tetap saja aku minta maaf, aku melakukan itu karena terpaksa" Wooyoung tercekat dengan kalimatnya sendiri. Entah kenapa dia tidak sanggup untuk mengungkapkan kelanjutannya.
.
"aku tau.." Jiyong memegang lengan Wooyoung "kau bisa menceritakan padaku nanti.." Jiyong menutup kalimatnya dengan senyum tulus.
.
Wooyoung membalas senyum itu, "terima kasih Jiyong" dan Wooyoung pun berjalan keluar kamar Jiyong menyisakan Dara di sana.
.
Jiyong menatap Dara lembut "Dara.." Jiyong membelai lembut tangan Dara "maaf kan aku.. karena tidak bisa menjagamu" mendengar itu, Dara menggeleng cepat.
.
Jiyong sudah menyelamatkannya.
.
"Dara.. maaf, aku.. tidak bisa menyelamatkanmu..." sesal Jiyong lagi, yang untuk kedua kalinya di balas Dara dengan gelengan cepat.
.
Jiyong sudah menyelamatkannya. Kedatangan Jiyong, sudah cukup membuktikan bahwa Jiyong berniat menyelamatkannya.
.
"Dara.."
.
Cup!
.
Kecupan singkat dari Dara yang mendarat pada bibir Jiyong, ternyata berhasil membuat Jiyong tercekat akan kalimatnya. Jiyong menatap Dara lurus, sedangkan pipi Dara mulai merona karena perbuatannya sendiri.
.
"mungkin ini tidak masuk akal, tapi.." Jiyong menggantung kalimatnya dan membuat Dara menatapnya, menunggu.
.
"aku cinta kamu.."
.
Dara tersenyum dan mengeluarkan selembar kertas dari saku celananya lalu menunjukkannya pada Jiyong.
.
/Aku juga mencintaimu../
.
Kali ini.. ia tau bagaimana cara mengungkapkan rasa itu dari hati yang terdalam.
.
.
.
Tak ada yang mengerti bagaimana cinta itu tumbuh.
Tak ada yang mengerti bagaimana cinta itu bersemi di hati seseorang.
Namun, semua orang mengerti.. jika cinta itu akan tumbuh karena terbiasa.
Terbiasa bersama.. menumbuhkan rasa peduli.
Terbiasa berdua.. menumbuhkan rasa mengerti.
Dan terbiasa peduli dan mengerti, akan menumbuhkan cinta.
.
.
END. 
Ditunggu voment nya ^^
Suaramu Motivasiku ^^

OneShoot - Extraordinary LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang