Bab 12b

11.5K 1.4K 87
                                    


“Selamat siang, Pak. Ada tamu menunggu.”
Suara ketukan di pintu membuat Brian mendongak. Menatap asistennya dengan pandangan bertanya-tanya. “Siapa?”

“Pak Danial.”

Mengembuskan napas panjang, Brian mengangguk dan meminta agar Danial diantar masuk. Sudah beberapa Minggu, ia tidak bertemu Danial dan kedatangananya yang tiba-tiba sedikit mengagetkannya. Biasanya, mereka selalu bertemu di bar atau lounge, mengobrol sambil mencicipi minuman. Jarang sekali pertemuan diadakan di kantor. Terus terang, ini agak mengagetkannya. Tak lama, sosok sahabatnya muncul dan mengenyakkan diri di sofa. Ia pun bangkit dari kursi dan menyusul duduk di depan Danial.

“Tumben, jam segini datang. Ada apa?”

Danial menatap Brian. “Kami dengar, kalian ada bekerja sama dengan Maharaja Enterprises?”

Pertanyaan Danial yang tiba-tiba membuat Brian mengernyit. “Perusahaan papanya Megan?”

Danial mengangguk. “Yes, milik Nona Megan. Kamu kenal dia secara pribadi?”

Brian mengangkat bahu. “Hanya sebatas teman kerja sama. Perusahaannya menawarkan investasi yang tidak bisa kami tolak. Ada apa memangnya?”

Menghela napas panjang, Danial menyugar rambutnya. Untuk sesaat ketegangan terlihat di wajah tampannya. Berbeda dengan Brian yang mendirikan usaha sendiri, Danial bekerja di perusahaan produksi makanan yang lumayan besar. Jabatan Danial saat ini adalah kepala divisi pengembangan produk, itulah kenapa dia sering ke luar kota untuk mengetahui situasi pasar di daerah.

“Perusaaan kami sedang tidak baik-baik saja, kalah saing dengan perusahaan lain. Sepertinya akan ada akuisisi dengan Nona Megan.”

Mengejutkan, pikir Brian muram. Akuisisi dua perusahaan itu menandakan ada yang tidak beres di salah satu pihaknya, dalam hal ini perusahaan Danial yang ternyata bermasalah. Menghela napas, Brian menatap sahabatnya dengan prihatin.

“Wow, apakah keadaannya sedemikian parah?”

Danial mengangguk dengan wajah muram.

“Lumayan, karena inovasi produk kami gagal dan membuat perusahaan harus berutang. Kini, saat batas waktu pembayaran, kami tidak mampu. Mau tidak mau, akuisisi yang ditawarkan Nona Megan kami ambil.”

Menghela napas panjang, Brian ikut merasa sedih mendengar penuturan Danial. Ia mengenal perusahaan tempat sahabatnya bekerja. Mereka adalah perusahaan tua yang perna berjaya di masanya. Kini, dinyatakan pailit karena kurang inovasi dan kalah dengan produk baru yang berani membayar sarana promosi gila-gilaan.

“Apa yang bisa aku bantu?” tanya Brian tidak yakin.
Danial mengangkat wajah, menatap tajam pada sahabatnya. “Sebenarnya aku malu mengatakan ini. Tapi, ada rumor kalau Nona Megan akan mengganti beberapa bagian produksi karena dia punya tim sendiri. Bisakah, kamu mencari informasi itu untukku.”

Tanpa pikir panjang Brian menggeleng. “Tidak bisa, Bro. Kamu tahu ketentuannya, aku tidak mungkin ikut campur masalah perusahaan orang lain. Memangnya aku siapa? Tidak etis nantinya.”

“Iya, kamu benar,” desah Danial putus asa. Entah berapa kali ia menyugar rambutnya, bukan lagi untuk merapikan tapi malah membuat berantakan.
“Bisa dibilang aku putus asa. Kejadian demi kejadian buruk menimpaku. Anyelir membuangku, Mama sakit, kini kondisi perusahaan. Ah, rasanya kepalaku mau pecaah!”

Brian memencet bel, meminta sekretarisnya menyiapkan minuman untuk Danial. Ia membuka jendela, mengeluarkan sekotak cerutu berikut es kopi dalam gelas tinggi.

“Ayo, kita nikmati ini. Baru dapat dari klien kemarin.”

“Wow, cerutu Kuba?” tanya Danila kagum, mengambil sebatang cerutu dari dalam kotak emas yang diulurkan Brian.

Anyelir Tak LayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang