Restaurant Kappeli (part 1)

1 0 0
                                    

Sudah hampir 30 menit lamanya, cowok barista dengan model rambut man bun itu menunggu gadis pujaan hatinya. Namun, sayangnya malam ini ia harus mengantarkan gadis yang dicintainya untuk makan malam bersama sahabat karibnya.

“Sabar ya, Kak Ganesh. Kak Shylla memang suka lama kalau dandan,” ujar Eeva. Ganesh hanya menjawab dengan tersenyum simpul dan mengerlingkan sebelah matanya.

“Hai, Ganesh. Maaf membuatmu menunggu lama. Yuk, kita berangkat sekarang!” sapa Shylla dari arah tangga lantai dua.

Malam itu, Shylla terlihat sangat cantik. Make-up wajahnya tampak soft dan serasi dengan balutan busana bernuansa putih dan gold. Rambut panjangnya yang berwarna honey caramel, ditata berlayer dan dibiarkan tergerai begitu saja. Poni rambutnya pun panjang dengan ujung menjuntai keluar, membuat garis rahang semakin menonjol dan wajah terlihat lebih proporsional. Sungguh, penampilan yang sempurna.

“Shylla berangkat dulu, ya. Happy New Year, Mom, Dad, and Eeva. Selamat menikmati makan malamnya,” ujar Shylla riang, senyumnya tampak sumringah.

“Hati-hati, ya, Shylla. Salam buat Rama ....” pesan Nyonya Miranda setengah berteriak.

“Permisi Om dan Tante. Ganesh mengantarkan Shylla terlebih dahulu.” Ganesh sedikit menundukkan kepalanya, kemudian bergegas berlalu menyusul Shylla.

Anak yang santun. Sedari SMA, sikapnya tidak pernah berubah. Ah ... andai saja dia yang menjadi calon menantuku, batin Nyonya Miranda.

Selama dalam perjalanan, Ganesh selalu mencuri pandang dari sudut ekor matanya. Kini, irama denyut jantungnya berdetak lebih cepat. Sebisa mungkin, ia meredam gejolak hatinya dengan terdiam dan mencoba fokus pada jalanan yang ada di depannya.

“Kenapa kau tak mengajak Päivi untuk menghabiskan malam tahun baru?” tanya Shylla mencoba mencairkan suasana.

“Aku lebih suka menghabiskan waktu di kafe, bertemu dengan banyak pelanggan dan menyuguhkan secangkir kopi yang bisa mereka nikmati di penghujung tahun sekaligus kopi pertama yang mereka nikmati pula di awal tahun.”

“Lalu, kenapa tidak membuka kedai kopi sendiri di Indonesia? Pasti ramai.”

“Terus buat apa aku ambil lisensi barista international kalau ujung-ujungnya balik lagi ke Indonesia?” Ganesh balik bertanya.

Tujuan utamaku bukanlah menjadi seorang barista handal dan terkenal. Melainkan dirimu! batin Ganesh.

Suasana di dalam mobil menjadi hening kembali. Malam itu, sepanjang jalan Pohjoisranta terlihat ramai oleh beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Salju turun sedikit lebat selama dua hari belakangan, sehingga tumpukan salju tampak menggunung pada bahu jalan. Di sepanjang kiri jalan, tampak pula deretan kapal pesiar serta motor boat yang terparkir rapi di Pohjoisranta Harbour Vierasvenesatama. Suasana di dermaga pun terlihat ramai karena ada komunitas klub kapal pesiar tengah mengadakan pesta tahun baru.

Jarak rumah Shylla dengan Restaurant Kappeli tidaklah jauh, hanya 2 km saja. Yang biasanya dapat ditempuh dengan waktu 6 menit saja, tapi malam ini ditempuh hampir 15 menit. Saat tiba di depan restoran, Ganesh bergegas membukakan pintu mobil untuk Shylla.

“Selamat menikmati makan malammu, Shylla. Jika ada cowok lain yang menghampirimu mejamu, tinju saja hidungnya!” pesan Ganesh, tangannya sibuk merapikan mantel bulu hitam yang dikenakan oleh gadis di hadapannya. Ia ingin memastikan tubuh Shylla tidak kedinginan.

“Terkadang, kau terlalu cerewet untuk ukuran seorang sahabat.” Shylla meraih kedua tangan Ganesh, menatapnya lekat, lalu memeluknya erat. “Terima kasih atas semua perhatianmu selama ini, Ganesh. Kau tak perlu khawatir. Ada Rama yang akan selalu menjagaku.”

Ganesh hanya bisa menghela napas. Ia sadar bahwa tak sepatutnya dia terlalu protective pada gadis yang diam-diam dicintainya itu. Ingin sekali rasanya, ia membalas pelukan hangat itu. Namun, niat itu ia urungkan dan membalasnya dengan tepukan lembut pada punggung Shylla.

“Baiklah. Aku harus ke kafe sekarang. Atau Jesse si manager pemarah itu bakal memotong uang bonusku.”

Ganesh bergegas melajukan mobilnya menuju Cafe Krypta, tempatnya bekerja. Sesaat, Shylla berdiri terpaku di depan Restaurant Kappeli, menikmati setiap detail bangunan megah yang tertangkap oleh indera penglihatnya.

Sebuah restoran yang dibangun pada tahun 1867 tampak berdiri kokoh. Musik klasik, lampu temaram, lilin, serta aroma coklat panas menjadi perpaduan yang sempurna untuk menghabiskan malam tahun baru bersama orang terkasih. Di seberang restoran terdapat Esplanade Park. Sebuah taman kota tertua yang terletak di jantung ibu kota. Tampak deretan pohon linden yang sebagian ranting dan daunnya tertimbun salju. Untung saja malam ini salju tidak turun, sehingga penduduk Helshinki dan wisatawan dapat bermain di taman. Ada yang bermain kereta luncur, membuat boneka salju, atau sekedar jalan-jalan.

Setelah puas menikmati keindahan yang memanjakan mata, dengan langkah penuh semangat, Shylla menuju Restaurant Kappeli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lost in HelsinkiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang