1

6 1 0
                                    

Waktu terasa begitu cepat.

Sudah enam bulan lamanya aku dan Namkyu menyandang status bercerai.

Meski sudah tak seatap, Namkyu masih menyempatkan diri untuk menemuiku.

Hampir setiap malam, selepas bekerja ia datang hanya untuk sekedar menanyakan kabar, mencium keningku, bergurau, lantas pulang sebelum jarum jam menunjukan pukul dua belas malam.

Namun berbeda dengan minggu ini.

Namkyu tak lagi datang. Selain karena sibuk bekerja, Namkyu juga sibuk mempersiapkan segalanya untuk acara pernikahan yang akan diadakan minggu depan.

Ya, Namkyu akan segera menikah.

Tunggu, jangan merutuki Namkyu dengan sumpah serapah, biarkan aku bercerita dan menjelaskan semuanya.

Pada malam itu, Namkyu pulang ke rumah. Ia terlihat lesu, dan gusar. Lantas aku bertanya, apa yang terjadi hingga membuatnya terlihat seperti itu?

Setelah menghembuskan napas panjang, akhirnya Namkyu memberanikan diri untuk berbicara padaku. Namkyu bilang, perusahaannya terancam bangkrut dalam waktu dekat, hutang perusahaannya sangatlah besar, dan tidak mampu terbayar. Solusinya, ia harus menikahi seorang putri dari pemilik perusahaan eletronik terbesar di Korea, Lee Yaejin, yang juga adalah seorang model yang sudah mendunia, ia sangat terkenal. Jika Namkyu mau dan menyetujui tawaran itu, hutang perusahaan akan segera dilunasi oleh ayah dari gadis cantik itu.

Aku benar-benar terkejut mendengarnya. Tapi apa yang lebih mengejutkan lagi? ternyata Namkyu telah menerima tawaran itu, tanpa persetujuanku.

Rasanya hatiku hancur berkeping-keping. Bahkan aku menangis sembari memukuli dadanya dengan kedua tanganku yang mengepal kuat.

Melihat aku yang menangis seperti itu,  akhirnya Namkyu kembali membuka suara. Ia mengungkap sebuah alasan yang malah membuat perasaanku semakin bercampur aduk. Kesal, terharu, dan marah.

Namkyu bilang, awalnya ia menolak tawaran itu secara mentah-mentah. Tetapi setelah dipikir-pikir, jika nanti ia bangkrut, ia akan benar-benar jatuh miskin. Namkyu dan aku berencana untuk melakukan sebuah program bayi tabung yang biayanya sangatlah mahal, ia takut tidak bisa membiayai program ini. Namkyu juga tidak mau aku kembali bekerja karena dokter kandungan menyarankanku untuk banyak beristirahat. Dan terakhir, ia takut tidak bisa membiayai kebutuhan anaknya nanti, ia ingin anaknya hidup dengan layak.

"Tidak apa-apa. Aku bisa bekerja, aku kuat. Aku bisa membantumu mengumpulkan uang untuk program bayi tabung. Kita harus bersabar," ucapku dalam hati seraya memandang Namkyu yang tunduk meratapi lantai. Tapi setelahnya aku teringat akan kedua orang tua Namkyu, perkataan yang tadi aku ucapkan dalam hati dengan cepat kutarik kembali. Kedua orang tau Namkyu sudah tidak bekerja, perusahaan yang telah mereka bangun bersama kini sudah diwariskan kepada suamiku yang merupakan anak satu-satunya. Jadi, Namkyulah yang kini menafkahi kedua orang tuanya. Aku tidak bisa egois, aku tidak mau kedua orang tuanya jatuh miskin hanya karena aku.

Namkyu menghembuskan napasnya kasar, lalu mengangkat wajahnya dan menatap mataku. "Aku sudah bersabar selama lima tahun. Aku ingin secepatnya memiliki seorang anak kandung. Jika aku jatuh miskin, aku harus menunggu lebih lama lagi. Aku tidak mau. Aku sudah mencoba mengerti dirimu dan bersabar. Sekarang waktunya kau yang harus bersabar dan mengerti aku. Tunggulah sampai kondisi perusahaanku membaik. Aku akan kembali padamu. Jangan khawatir, aku berjanji."

Kalimat itu benar-benar membuatku tertampar. Aku jadi merasa sangat bersalah dan sangat tertekan. Dan aku pada malam itu seperti bukan diriku yang sebenarnya. Aku tidak pernah merasakan kebingungan yang hebat dan berakhir pasrah seperti itu.

ineffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang