"Jenengku Putri, jenengmu sopo? Aku lali..."
Tanya seorang remaja perempuan bersurai hitam pendek, sambil mengulurkan tangannya ke arah remaja laki-laki berkulit gelap. Dengan keadaan duduk, si remaja laki-laki itu mendangak ke arah remaja perempuan dan memasang wajah kebingungan.
"Ah! Haha... maaf, kukira kau bakal paham dengan perkataanku. Sebab bahasa Indonesiamu tadi 'terlalu fasih' untuk orang yang berasal dari luar negeri dan kukira kau bakal fasih berbahasa Jawa juga." Ulas Putri dengan cengiran kudanya.
"Jadi tadi kau bilang apa?" Tanya remaja laki-laki itu.
"Namaku Putri, namamu siapa? Aku lupa..." Tanya Putri sekali lagi dengan bahasa yang berbeda.
"Ah! Namaku Aomine Daiki." Ucap remaja laki-laki itu disertai senyum ramahnya.
Putri tertegun melihat senyum Aomine Daiki. Manis.
"Ternyata kau bisa senyum Min! Lihat sekelompok perempuan di pojok kelas itu, mereka sampai tak berani menyapamu karena hawamu terlampau dingin." Ucap Putri sambil mendelik ke arah pojok kelas.
"Ahahaha- sebentar- Min?!"
"Yapps! Aomine, Aominnnne!" Kata Putri menekankan pada tiga huruf tengah nama Aomine.
Mendengarnya Aomine hanya membalas dengan memutar kedua bola matanya.
Teng... Teng... Teng...
Bel sekolah tanda istirahat berdentang keras, membuat siapapun yang mendengarnya merasakan 'kebebasan'. Bagi guru, mendengar bel istirahat seperti tanda terbebas dari pusatnya perhatian para siswa yang bisa menatap tajam kesalahan secuil apapun itu. Bagi siswa, mendengar bel istirahat seperti tanda terbebas dari panasnya bokong yang menyentuh lapisan kayu kursi selama berjam-jam. Bagi ibu-ibu kantin, mendengar bel istirahat seperti tanda terbebas dari krisis ekonomi.
"Hai Min! Ayo keluar kelas, biar aku jadi pemandu sekolah di hari pertamamu di sini." Ajak Putri kepada Aomine dengan semangat.
"Hmm, boleh." Balas Aomine kemudian berdiri dari kursinya.
"Dari jarak segini, ternyata kau tampak jauh lebih tinggi daripada saat kau berdiri di depan kelas tadi." Bilang Putri dengan raut wajah kagum ke tinggi badannya Aomine.
"Kaunya saja yang terlalu pendek." Cibir Aomine kepada Putri. Mendengarnya, Putri langsung mencemberutkan muka.
"Tidak kok. Mungkin tinggi ini dikarenakan gen orangtuaku atau mungkin juga karena aku sering main basket." Jelas Aomine sambil berjalan mengiringi Putri yang entah mau memandunya ke mana.
"Oh ayolah, basket tak berpengaruh banyak untuk membantu pertumbuhan ke atas. Bicara soal basket, ayo kita ke gedung olahraga terlebih dahulu!" Ajak Putri kemudian berlari kecil ke arah gedung olahraga diikuti Aomine di belakangnya.
Sesampainya di gedung olahraga, pas sekali ada beberapa siswa yang sedang bermain bola basket. Tiba-tiba bola basket menggeliding bebas terlepas dari tangan-tangan siswa itu, kemudian bola itu diambil oleh Aomine.
"Hei! Kau anak baru yang dari Jepang itu kan? Kudengar kau hebat dalam bermain basket. Coba kau tunjukkan bakatmu itu kepada kami." Ajak remaja laki-laki berawakan tegap mengenakan kaos oblong merah dan celana seragam abu-abu dengan menunjuk ke arah Aomine.
Mendengar ajakan bermain, Aomine mengalihkan pandangannya kepada Putri seolah bertanya bagaimana? Seakan paham, Putri membalas dengan menggidikkan bahunya, berkata tak tahu.
Cukup beberapa detik Aomine berpikir lantas menerima ajakan itu. Pikirnya bolehlah main basket di hari pertama, di lingkungan yang baru dan bersama dengan orang baru pula. Hitung-hitung sebagai pemanasan. Kemudian Aomine melepaskan baju seragam putih dengan lambang OSIS yang tertera di depan dada kirinya, meyisakan kaos oblong hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asa Pada Nasi Liwet (Tamat)
Teen Fiction-Short Fanfiction Story Aomine Daiki- Aomine Daiki, siswa SMA pindahan dari Jepang ke Indonesia, tepatnya ke SMA Taruna. Ia berjumpa dengan Putri, kawan sekelas yang menjadi pemandu pada hari pertama di sekolah barunya. Putri memanfaatkan Aomine yan...