O1

7 0 0
                                    

4 Januari 2019,
Awal.

Gadis biasa-biasa saja sepertinya gelar yang cocok untuk Valerie. Ia hanya murid SMP yang sedang sibuk belajar untuk UN nanti. Kehidupannya tidak menarik. Sama. Sekali. Terkadang, ia berdoa agar bisa merasakan sesuatu yang membuat harinya sedikit berwarna. Ini terlalu membosankan.

Valerie melangkah masuk ke dalam kelas. Ia disambut oleh pemandangan yang menurut matanya sudah tidak asing lagi.

"Val, tugas matematika udah belum? Gue baru tau ada tugas matematika demi apa?!"

"Hah? Emang ada?" Valerie mengernyitkan alisnya.

"Ada bego! Salah gue nanya sama lo." Dila menepuk dahinya lalu bergegas memalak jawaban ke bangku lain.

Valerie bergegas mengeluarkan alat tulisnya lalu ikut memalak jawaban. Kemampuan menulis cepat Valerie tidak diragukan lagi. For your information, Valerie tidak pernah mengerjakan tugasnya di rumah. Di rumah adalah saat untuk beristirahat, katanya.

Valerie menyenggol bahu Dila, "Dil, emang matematika hari ini jam ke berapa?"

"Satu, Valerie Prameswari. Makanya cepetan!"

Mulutnya menganga, "Ya Allah cobaan apa lagi ini?"

Sialnya, bel sekolah berbunyi. Sesaat kemudian, hawa kelasnya berubah menjadi dingin. Bu Retno yang selalu tepat waktu datang. Mereka duduk ke bangku masing-masing dengan terburu-buru.

"Yuk yang belum selesai mengerjakan tugas bisa langsung jemuran di lapangan. Matahari pagi bagus buat kesehatan, loh."

Valerie dan Dila melirik satu sama lain. Lagi-lagi, mereka harus menjemur tubuhnya di lapangan. Dalam hati, Valerie menggerutu. Kenapa matematika harus di jam pelajaran pertama?

Dengan berat hati, Valerie dan Dila bangkit dari bangkunya lalu berjalan keluar kelas.

"Bu Retno rajin amat jemur kita. Lama-lama kita berubah bentuk jadi ikan asin kali ya?" Bisik Dila.

"Dila, saya dengar kamu."

Dila terkejut, "Maap bu."

Ia segera berlari ke lapangan sambil menarik tangan Valerie.

"Dil, kamu sama Vano gimana? Udah ada kemajuan nggak?" tanya Valerie sembari melirik Dila.

Dila berpikir sejenak, "Ehm, lumayan sih. Udah makin deket. Doain ya semoga cepet jadian. Lo nggak mau pacaran lagi gitu?"

Valerie tersenyum kecut lalu menundukan kepalanya.

"Kayaknya nggak dulu deh, Dil. Masih takut."

Dila menganggukan kepalanya. Ia paham betul apa yang dirasakan sahabatnya. Wajar menurutnya hingga membuat Valerie ketakutan. Terlalu menyakitkan jika mengingatnya kembali.

"Eh, tapi lo bener bener nggak mau gitu? Gue kenalin deh. Siapa tau cocok." tanya Dila.

"Dila, bentar lagi UN. Nanti aja, ya?"

Tatapan Valerie berubah menjadi sendu dalam hitungan detik. Kejadian itu seperti sangat melekat di dalam otaknya.

Dila mencubit pipi chubbynya, "Nggak perlu diinget-inget lagi, Val. Buka lembaran baru. Jangan terjebak sama masa lalu."

Valerie merespon kalimat Dila dengan anggukan lalu tersenyum. Ia berusaha untuk tidak memikirkan kembali rangkaian kejadian itu. Kenapa rasanya sangat sulit untuk melupakannya?

Semoga aja, Dil, ada harapan baru.

Tanpa mereka sadari, waktu sudah banyak berlalu. Farhan, teman sekelasnya datang untuk menjemput.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang