PROLOG

48 7 2
                                    

Ketika tangan Tuhan sudah turut campur. Dalam sekejap Ia mampu membalik seluruh dunia, dan kita hanya mampu untuk merima tanpa bisa menghindar atau pun menolak.

***

Gelap ...

Begitu mencekam. Aku tenggelam dalam lautan kegelapan. Terperosok jauh ke dalam ruang hampa.

Kosong ...

Hanya tersisa aku seorang diri.

"Ah!" Deru nafasku memburu, mimpi itu datang kembali. Tak pernah beranjak barang sedetik pun dariku. Terasa begitu menakutkan, entah kapan mimpi buruk ini akan berakhir. Ingin rasanya aku bangun, berlari menjauh, sangat jauh. Namun, aku tak mampu. Seolah ia menawanku dalam penjara malam yang tak berujung.

Kusibakkan selimut dari tubuhku, beranjak meraih gelas di atas nakas. Namun, aku tak bisa. Tubuh bagian bawahku terasa kaku. Tidak, bahkan aku tak dapat merasakan apa-apa. Kucoba sekali lagi, kuulurkan tanganku lebih dekat. Sedikit lagi aku mampu meraihnya. Namun, sial sebelum aku dapat menggenggamnya erat, aku terjatuh bersamaan dengan gelas yang sudah tergeletak dengan pecahan kaca berserakan di lantai.

Sekelebat ingatan menghantamku. Ingatan tentang kejadian waktu itu. Pertunjukan yang seharusnya membawa kebahagiaan bagiku juga keluargaku berujung malapetaka. Memberikan mimpi buruk yang tak berujung. Mengubah seluruh hidupku.

Derap langkah kaki itu terdengar terburu. Aku yakin langkah itu milik Dania, asisten pribadiku. Pintu kamarku terbuka lebar, dan benar saja Dania muncul setelahnya dengan raut cemas mengiasi wajahnya.

"Nona tidak apa-apa?" tanya Dania sambil berjalan tergesa ke arahku. Ia berjongkok meraih tubuhku yang terduduk di lantai dengan latar pecahan gelas, membantuku berdiri. Sedikit tertatih ia membawaku berbaring di tempat tidur kembali. Mungkin sedikit berat bagi Dania saat mengangkat tubuhku, mengingat tubuhnya yang mungil dan kurus itu.

"Nona ingin minum? Akan saya ambilkan, tetapi saya bersihkan pecahan kaca ini terlebih dulu." Aku diam saja tanpa menanggapi ucapan Dania. Dari ekor mataku, kulihat Dania menatapku sendu sebelum berbalik keluar dari kamarku. Aku menangis tersedu selepas kepergiannya. Meratapi hidupku yang kini tak akan sama lagi seperi dulu. Semakin deras air mataku mengalir dan semakin kencang suara yang aku keluarkan, berharap mampu menghapus segala rasa sesak yang menghimpit dada. Namun, sebanyak apa pun air mata yang mengalir tak mampu menghalau rasa sesak ini. Begitu sesak hingga sulit rasanya untuk bernapas.

Inilah aku sekarang, Ramona Prisha si angsa cantik yang berubah menjadi si buruk rupa dalam semalam. Balerina dengan jutaan penggemar, harta melimpah bahkan pasangan yang silih berganti dalam setiap minggunya. Kini terpuruk dalam kubangan lumpur tanpa bisa keluar lagi. Terperosok jauh ke dalam ruang gelap tanpa sinar yang menerangi. Ditinggalkan satu per satu orang-orang di sekelilingku. Keluarga, teman, penggemar, juga para pria yang dulu memujaku, semua menjauh. Bahkan untuk sekadar melihat atau menyapa pun mereka enggan. Seolah aku membawa virus mematikan yang tidak boleh di dekati sama sekali.

Karma Tuhan sudah dijatuhkan padaku. Karma yang begitu menyakitkan. Karma yang mampu membunuhku secara perlahan dalam kesendirian.

***


Halo, saya datang membawa cerita baru. Silakan mampir jika berkenan. Juga mohon dukungan kalian dengan meninggalkan jejak kalian lewat vote, komen. Boleh kritik juga saran, asal sopan. Terima kasih dan selamat membaca!

Salam sayang,
Fee

Kepakan Sayap Sang BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang