Pagi yang sibuk untuk seorang balerina sepertiku. Segala persiapan pertunjukan balet telah selesai kulakukan bersama asisten pribadiku, Dania. Hanya kami berdua. Cukup Dania seorang yang mengurusku. Selama ada Dania segala urusanku beres. Tapi di mana si Dania, kenapa belum kelihatan juga batang hidungnya? Aku mendengar langkah berlarian menaiki tangga. Itu pasti Dania.
"Dania! Dari mana saja kamu? Kamu tahu pertunjukan ini sangat penting bagiku, aku tidak mau terlambat. Aku ... "
"Iya, nona Ana ingin semuanya sempurna. Nona juga harus latihan terakhir kali sebelum tampil bukan? Jadi, ayo kita berangkat sekarang!" potong Dania sebelum ucapanku selesai. Kulihat peluh menetes di dahinya, napasnya juga tersengal seperti orang selesai melakukan lari maraton.
Aku melipat tanganku, dan mendelik ke arahnya, "Kamu berani memotong ucapanku, Dania?" Kuacungkan telunjukku tepat di wajahnya.
"Tidak, Nona bukan maksud saya memotong. Tapi ... " ucapnya dengan suara sedikit bergetar. Kulihat gadis berambut pendek itu mengangkat tangannya, melihat jam yang melingkar di sana. "Ini waktunya sudah mepet, 3 jam lagi Nona harus tampil. Tidak waktu untuk mengomel. Nanti, saya akan banyak waktu untuk mendengarkan omelan Nona." Lanjutnya.
"Kamu, berani sekali ... " Belum selesai aku bicara dia sudah menyeretku keluar sementara tangannya yang lain membawa koper perlengkapanku. Benar-benar si Dania ini, sudah mulai berani bersikap kurang ajar denganku. Lihat saja nanti akan kumarahi dia.
"Saya minta maaf, Nona sudah bersikap kurang ajar, tetapi ini waktu kita benar-benar sedikit."
"Ini juga karena ulahmu, kemana saja kamu tadi? Mengapa lama sekali tak kunjung datang?" Cecarku pada Dania. Tak biasanya anak itu datang terlambat. Biasanya dia bahkan datang 2 jam lebih awal dari jadwal yang ditentukan.
"Saya benar-benar minta maaf untuk itu. Nanti saya akan menjelaskan alasan keterlambatan saya. Tetapi, sekarang ini lebih baik kita bergegas jika tidak ingin terlambat, Nona."
***
1 jam 30 menit, akhirnya kami sampai di lokasi pertunjukan. Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) menjadi pilihan lokasi ini. Pertunjukan malam ini sangat penting bagiku. Pertunjukan kali ini bukan hanya dilakukan untuk penggalangan dana amal, tetapi juga akan dihadiri tamu-tamu penting. Mereka adalah Balet Bolsoi dan Opera Bolsoi, salah satu perusahaan balet terkenal di dunia pemilik teater The Bolsoi Ballet Academy. Aku sudah banyak menghabiskan waktu latihan untuk pertunjukan kali ini. Aku ingin tampil sempurna, tidak boleh ada kegagalan sekecil apa pun di sini.
Jujur saja aku sangat gugup pada penampilan kali ini. Bagaimana tidak, aku akan tampil di depan orang-orang besar dalam dunia balet. Aku harap pertunjukan kali ini akan membawaku ke dunia balet profesional di kancah internasional.
Belum banyak pemain yang datang ke gedung teater. Baru aku dan beberapa orang saja seperti Amira, balerina yang selalu menjadi pesaingku. Entahlah, gadis yang berpostur jauh lebih tinggi dariku itu selalu mencari-cari masalah denganku, sungguh menjengkelkan. Lihatlah, sekarang dia sedang menatapku dengan tatapan mengejeknya. Lihat saja akan kubalas dia nanti.
"Nona, semua sudah siap. Anda bisa berganti kostum sekarang," ujar Dania, asisten pribadiku. Ia memberitahukan agar aku segera bersiap mengganti bajuku dengan kostum yang akan kukenakan dalam pertunjukan.
"Hem," sahutku mengekorinya menuju ruang ganti para penari. Sesekali aku melirik Amira yang sedang bercengkerama dengan beberapa balerina yang baru saja datang dan saling menyapa. Almira itu seekor rubah betina yang licik bagiku. Di depan orang-orang dia akan bersikap sangat manis, banyak memuji juga menyanjung penari lain. Namun, sesungguhnya di belakang mereka dia tak lebih dari seorang penyihir jahat. Ah, sudahlah mengapa jadi membahas si penyihir Amira yang menyebalkan, membuat moodku berantakan saja!
Semua sudah berkumpul, begitu pun dengan pelatih kami, Sonia sudah siap di atas panggung untuk latihan terakhir sebelum tampil 1 jam lagi. Aku menjadi balerina utama seperti biasanya. Namun, kali ini bukan aku seorang, melainkan berdua bersama si nenek sihir Amira. Hah, mengapa juga aku harus dipasangkan dengannya? Sonia sudah tidak waras memang, sudah tahu kami tidak pernah akur tetap saja dia pasangkan kami dalam pertunjukan kali ini. Sebenarnya bukan hanya Amira, masih ada Jason yang juga menjadi penari utama. Ya, kami akan membawakan The Swan Lake. Tari balet klasik yang di lakukan berpasang-pasangan, menceritakan bagaimana cinta yang tulus mampu menyelamatkan seseorang dan membebaskan dari kutukan.
"Ayo, semua bersiap! Kita akan melakukan latihan terakhir sebelum tampil 1 jam ke depan," seru Sonia menepuk tangannya sebanyak dua kali, tanda latihan terakhir segera dimulai. "Ingat formasi masing-masing. Setelah semua penari tampil bersama, Amira akan tampil lebih dulu, baru kemudian disusul Ana sebagai penampil terakhir," lanjutnya menjelaskan kembali formasi tarian yang akan kami tampilkan malam ini.
Latihan pun dimulai, ada beberapa kesalahan yang dilakukan Amira yang tentunya merusak keindahan tarian kami. Menyebalkan sekali dia ini sengaja atau bagaimana?
"Hey, Amira seriuslah! Pertunjukan sebentar lagi dimulai, dan kamu masih saja melakukan kesalahan? Jika seperti ini, pertunjukan akan kacau karenamu!" seruku marah pada Amira, malam ini gadis itu seribu kali lebih menyebalkan dari biasanya.
"Kamu pikir aku tidak serius hari ini? Aku serius! Kamu pikir kamu yang terbaik di sini! Hanya karena wajahmu yang cantik dan tarianmu bagus bukan berarti kamu bisa merendahku, aku jauh lebih baik darimu!" serunya marah, tak terima atas teguranku.
Apa katanya tadi, dia jauh lebih baik dariku? Yang benar saja! Jika dia lebih baik dariku, kenapa dari tadi dia selalu melakukan kesalahan? Lagi pula mengapa jadi dia yang marah-marah padaku?
Aku menatap tak percaya padanya, "Huh, lebih baik dariku kamu bilang? Kalau begitu buktikan, jangan hanya bicara omong kosong!"
Tanpa kuduga tiba-tiba saja Amira menerjangku. Menarik rambutku kuat. Aku rasa gadis ini sudah menjadi gila.
"Kamu, tahu Ana. Sudah lama aku muak denganmu!" teriaknya masih dengan tangan menarik rambutku. Latihan yang seharusnya berjala lancancar menjadi ricuh. Mereka berusaha memisahkan Amira dariku. Namun, gagal karena tangan Amira mencengkeram rambutku kuat sekali.
"Ah, lepaskan tanganmu dari rambutku! Dasar perempuan gila!" Kami saling berteriak satu sama lain.
"Diam! Apa kalian berdua sudah gila! Bertengkar dissaat penting seperti ini!" Suara lantang Sonia menghentikan kami. Aku dan Amira saling menatap tajam satu sama lain.
Saat kupikir sudah selesai, nyatanya aku salah. Amira kembali melangkah lalu mendorongku dengan kuat hingga punggungku menabrak partisi berbahan besi, salah satu properti panggung."Ah!"
"Ana!"
Sakit, ini benar-benar terasa menyakitkan. Aku merasa seperti ada yang salah di sini, sepertinya tulang punggungku patah. Tak dapat menahan rasa sakit ini perlahan mataku terpejam meski masih dapat kudengar teriakan mereka menyerukan namaku berkali-kali penuh kepanikan sebelum semuanya menghilang.
***
Halo semua! Fee datang lagi menyambung cerita kemarin. Semoga kalian suka. Seperti biasa jangan lupa tinggalkan jejak kalian.
Salam sayang,
Fee
![](https://img.wattpad.com/cover/255313532-288-k854835.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepakan Sayap Sang Bidadari
Romantizm#WMChallenge30Days #challengemimpi Ramona Prisha -seorang balerina yang kerap dipanggil Ana- harus menelan pil pahit ketika kelumpuhan mendekapnya. Harta, tahta, keluarga, semua hilang seketika. Berbagai cobaan hidup datang menghantam, mulai dari hi...