"Hei!" seseorang memanggilku dan menggoyangkan tanganku.
Perlahan aku membuka kelopak mataku dan pemandangan di depan mataku adalah kakiku sendiri. Sepertinya tanpa sadar aku tertidur dengan memeluk lututku setelah melukis dinding. Aku mengangkat kepalaku dan melihat seseorang di depanku. Pandanganku sedikit buram jadi aku menggosokkan tanganku agar pandanganku menjadi normal.
Seorang pria dengan surai hitam dan beriris biru terang menatapku penasaran. Mataku perlahan membesar saat secara mendadak melihat pemandangan itu. Pria itu tidak mengalihkan pandangannya dariku jadi secara tidak sadar aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Mataku menangkap pakaian yang pria itu pakai. Itu adalah pakaian yang tadi pagi kubeli dari pasar.
"Ah!" aku berteriak sembari menunjuknya tanpa sadar. "Kau dia! Ah maksudku... kau pria yang terluka." Pria itu melihat telunjukku yang menunjuknya.
Karena merasa dia tidak menyukainya, aku dengan cepat menurunkan tanganku. "Apa kau haus? Aku akan mengambilkan air." Aku bergegas pergi ke dapur dan menuangkan air ke dalam cangkir dan segera memberikannya.
"Ah! Kau harus makan dulu." Dengan gugup aku memanaskan bubur yang sebelumnya ku masak. Karena dia tidak makan selama beberapa jam, dia harus memakan makanan yang mudah dicerna. Ku harap rasanya tidak buruk.
"Ini." aku menyodorkan piring padanya tapi dia hanya melihatnya tanpa mengambilnya. Apakah tangannya tidak memiliki tenaga? tidak heran karena dia tidak segera mengisi perutnya setelah mengeluarkan darah sebanyak itu.
Kuputuskan untuk menyuapinya. 'Huf...' aku meniup bubur panas itu dan mulai menyuapinya. Dia tidak membuka mulutnya. Karena tak kunjung membuka mulutnya aku bertanya.
"Hei apa kau ingin makan sendiri?" tapi dia hanya bergeming. "Makanlah. Kau harus menghabiskannya karena kau sudah kehilangan banyak darah. Aku akan menaruhnya disini. Aku harus mengambil kain yang ku jemur."
Aku meletakkan piring dan sendok di sebelahnya, aku berjalan ke lantai atas untuk mengambil jemuran. Karena teras depanku tidak terpapar sinar matahari yang cukup, aku harus menjemur pakaianku di atas. Untung saja di luar jendela itu terpasang tali jemuran yang sudah lama. Sepertinya itu bekas pemilik sebelumnya.
'Tak' paku penahan tali jemuran itu segera terlepas setelah aku mengambil kain terakhir. Sepertinya aku harus memasang tali yang baru.
'Apakah dia memakannya?' batinku khawatir. Dia memiliki wajah yang tampan. Tanpa sadar aku merasa gugup di dekatnya.
Aku berjalan menuruni tangga. Keadaan pria itu sama seperti sebelum aku meninggalkannya. Dia hanya terduduk dengan piring bubur yang beruap di sebelahnya.
"Hei apa kau tidak memakannya?!" tanyaku kesal dan tanpa sadar berteriak. Tidak apa-apa jika dia memang ingin makan sendiri, itu meringankan bebanku. Tapi jika dia menolak untuk makan, dia hanya akan menghasilkan mayat di rumahku.
Aku melupakan semua kekhawatiranku sebelumnya dan mulai mengambil piring. "Jika kau tidak bisa melakukannya, biarkan orang melakukannya. Jangan membuat orang lain khawatir!" aku menyodorkan sendok berisi bubur tapi pria itu tetap menutup mulutnya dan hanya menatapku dengan alis berkerut.
Karena ekspresinya perlahan aku menjadi tidak sabar. Aku meraih rahangnya,
"Buka." Ancamku dengan mata melotot. Tanpa sadar aku mengeluarkan sifat liarku karena kesal. Aku merasakan bahwa aku akan terbatuk tapi segera ku tahan. Dengan ragu dan sedikit keterkejutan di wajahnya, pria itu menggerakkan rahangnya. Dengan gerakan cepat aku memasukan sendok ke dalam mulutnya.
"Apa aku harus menggerakkan mulutmu?" ucapku setelah melihatnya tidak mengunyah makanan. Dia dengan cepat mengunyah setelah "Kau harus memakannya dan cepat sehat. Aku tidak ingin ada mayat di rumah... UHUK!UHUK!"
Batuk yang lama ku tahan keluar secara paksa dan menghasilkan suara yang keras. Aku merasakan seluruh tubuhku ikut tersentak setiap aku terbatuk. Dengan cepat aku menjauhi kasur beberapa langkah agar cairan yang kukeluarkan tidak mengenai pasien.
"Uh! Sialan!" umpatku kesal. Aku mencuci tanganku dan kembali ke duduk di sebelah kasur. Kuambil piring dan kembali menyuapi. Kali ini pria itu membuka mulutnya dengan ringan dan menghabiskan semua makanan.
"Aku harus mengganti perbanmu. Tetap duduk." Aku mengambil kotak obat-obatan yang berada di kamarku dan segera mengganti perbannya.
"Hei hei!" Pria itu menghalangi tanganku yang berusaha mengangkat bajunya.
"Kenapa?" Apakah dia merasakan sakit? Dia menutup mulutnya dengan satu tangannya. Wajahnya menjadi sangat merah dan saat ini dia terlihat seperti orang yang dilecehkan.
Tidak salah juga sebenarnya. Tapi entah mengapa aku merasa seperti orang mesum dan itu menyebalkan. 'Plak' aku memukul tangannya yang memegang baju dan berkata,
"Kau pikir siapa yang mengganti bajumu?" aku merasa alisku berkerut. Tanpa pikir panjang aku membuka bajunya dan menggunting perbannya untuk diganti dengan yang baru.
"Kenapa..." sebuah suara memasuki telingaku dengan sopannya. Aku menyadari bahwa pria ini sedang mencoba berbicara padaku jadi aku tetap fokus pada pekerjaanku. "Kenapa kau tidak bertanya apapun?" ugh, bahkan suaranya pun terdengar berat seperti seorang pria tangguh. Tapi apa-apaan pemandangan di depanku ini?
"Kau pikir aku tidak penasaran?" tanganku tetap bekerja. "Tidak bagus bertanya pada seseorang yang bahkan tidak dapat makan sendiri."
"Aku bukannya tidak ingin memanggil dokter," Aku melanjutkan. "Tapi sepertinya kau sedang menghindari seseorang. Bukankah kemarin ada yang mengejarmu? Aku mendengar seseorang berbisik di depan rumahku sebelum aku menemukanmu. Aku tidak bisa membiarkan orang yang sekarat di depan mataku tanpa melakukan apapun."
'Ctak' aku menggunting perban dan mengikatnya. Aku mengingat sesuatu dan segera berlari membawa ember dan kain bersih.
"Ini. Bersihkan kakimu karena aku tidak bisa membersihkannya. Aku akan pergi uhuk!uhuk!uhuk! sebentar. Setelah selesai langsung tidur. Kau harus cepat sehat." Aku mengambil mantelku dan menaruh teko dan cangkir di sebelah kasur. Aku segera menutup pintu dan berjalan menyusuri pasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemalang
Historical FictionAkhir-akhir ini aku mendapat mimpi aneh. Aku berada dalam tubuh yang berbeda dengan identitas yang berbeda pula. Didalam mimpiku aku bernama Dina. Seorang gadis yang sangat bebas mengekpresikan hati dan pikirannya. Seorang gadis yang memiliki teman...