KISAH KASIH BUMI LANGIT

80 3 0
                                    

a short story by Anugrah Rezkita and Kezia Elkardiana  

Awan meredup, seolah kehilangan pancar sinar dari hangat mentari. Ada Argos di sana, duduk diselimuti pekatnya cahaya matahari. Tangan kanannya memegang segelas anggur, tentu pemberian Clementi yang mulai mencari posisi pantas dalam istana untuk berbicara dengan Argos. Mereka berdua terdiam selama beberapa waktu, benar-benar bisu dan tak berkata. Tatapan keduanya sama sekali tak menyatu, tetapi terarah kepada satu titik. Bumi, titik hitam jauh yang semakin remang dan gelap, penghalang indah dari atas Nirwana. Seharusnya. 

Terdengar kabar menelusuri selasar Nirwana, bahwa bumi tak lagi secerah birunya. Segala kutuk dan tipu terus membayang di bawah sana. Manusia-manusia bak kutu ganas yang habis merusak dataran-dataran bumi yang tadinya gemilang itu. Berita itu membuat cemas sang agung pemegang kuasa langit saat itu yakni Argos. Di masa akhir jabatannya tak pernah disangka akan ada tempat yang mungkin atau bahkan harus dibumihanguskan sebelum diketahui kinerjanya di cap jelek. Raja tak mungkin sendiri berpikir. Itu mengapa ada Clementi sebelum semuanya resmi dieksekusi.  

Di sanalah, di hari-hari mendekati perbincangan eksekusi, Keva hadir diantara Argos dan Clementi. Bukan dengan tanggung jawabnya membantu mereka dalam pertimbangan panjang nan berat yang sedang berlangsung, tetapi lebih berusaha menahan atau sebisa mungkin menggagalkan rencana ini. Keva terdiam, hanya berusaha menambah fraksi kesunyian diantara tiga kesetimbangan penghuni Nirwana.  

"Sepertinya kau hendak bicara Keva, ucapkanlah, bukankah engkau terlalu lama merenungi benda angkasa itu?" ucap Clementi sembari kembali menuangkan anggur ke dalam gelas Argos yang sudah kering.  

Keva hanya diam tak menjawab getar bibir Clementi. Sang penuang anggur itu baginya hanya ingin memperpanjang masalah di depan Argos. Khawatirnya hilang seketika dirinya berhasil ia bawa kabur dengan langkah cepatnya dan hilang di hadapan kedua petinggi itu. 

Keva yang sedari tadi masih melangkah panik akhirnya melamban dan mengarahkan pandangannya ke jendela Nirwana tempat penghuni melihat benda-benda angkasa itu berputar. Di sanalah ia sedikit ragu akan perasaannya. Pandangannya selalu tertuju ke sosok manusia yang pesonanya sudah lama menggantungi relungnya. 

Perempuan yang wujudnya laksana seorang dewi bahkan lebih cantik dari dewi-dewi yang sering bertegur sapa dengannya di Nirwana. Candu berhasil mengalihkan Keva dari sekitarnya. 

Sebenarnya sudah sering Keva turun ke daratan berlangit tujuh itu untuk menemui gadis pujaannya itu. Berkali-kali makhluk tersebut diajaknya hidup di Nirwana, bahkan bersama keluarganya dengan janji akan hidup selamanya. Namun, tentu saja berkali-kali pula perempuan tersebut menolaknya. Keva wajar saja dengan penolakan itu. Mereka berdua memang beda. Ia selalu menerima jawaban demi jawaban dengan lapang dada. Atau mungkin hati yang pasti menerima penolakan itu telah ia persiapkan sebelum turun. Bukan amarah yang terlontar membalas segala penolakan tersebut, tetapi rasa khawatir dan ketakutan Keva karena tahu akan rencana Nirwana.  

"Mencintaimu bukan berarti aku harus tetap hidup, mencintaiku bukan berarti kamu harus memaksaku tetap hidup."  

Keva selalu ingat kalimat perempuan itu. 

Tak terasa sudah bumi mengitari matahari sebanyak tiga kali. Itu berarti sudah tiga tahun pula Keva masih menyimpan perasaan suka kepada gadis buminya. Sama halnya gadis itu belum terjamah kesuciannya oleh manusia-manusia bumi yang rusak. Karena ketulusan cintanya itu pula Keva sering membantu pujaan hatinya manakala sering dirundung susah. Mereka kian mesra sekalipun ada batas dan jarak yang tak masuk akal bagi manusia. Hubungan mereka memang enggan berjalan sesuai akal. 

Saran Clementi kepada Argos untuk segera melenyapkan benda angkasa berwarna biru suram itu kian matang. Perintah Argos yang tertinggi lambat laun menyebar ke seluruh penghuni bahkan sampai kepada kasta terendah di dalam istana. Tentunya termasuk Keva, yang dari awal sudah mengetahui rencana ini. Hanya ia seorang yang tak menginginkan rencana itu terjadi. Entahlah dengan penghuni lain, hanya yang ia tahu memang tak ada pembelaan dari mereka terhadap bumi. 

VENUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang