Gelap.
Dimana ini? Mengapa semuanya terlihat gelap?
Kurasakan tubuhku terbaring di tanah dengan kedua tanganku yang terikat ke belakang. Kepalaku terbungkus oleh sebuah kantung hitam yang membatasi penglihatanku. Ada apa ini?
Kucoba untuk membuka mulutku berniat meminta pertolongan. Namun entah mengapa, suaraku tidak mau keluar. Kugerakkan lenganku untuk bangkit dari posisiku yang tengah terbaring saat ini. Tiba-tiba, rasa perih menjalar di sisi tubuhku. Ada banyak ranting tajam yang menancap setiap kali kucoba untuk membenarkan posisi diriku.
Napasku mulai terengah-engah. Aku semakin takut, aku bahkan tidak ingat apapun. Mengapa aku tiba-tiba mengalami semua ini?
"Hei, bangunkan wanita sialan itu!” Sebuah suara berat terdengar dari tempat yang kurasa tidak jauh dariku.
Seketika, tubuhku ditarik paksa oleh seseorang hingga aku terduduk. Kantong hitam yang menutupi kepalaku pun dilepaskannya. Kini, aku bisa melihat dan bernapas dengan normal. Tapi tetap saja, pandanganku masih sedikit kabur. Satu hal yang bisa kupastikan dengan jelas ialah tempat dimana aku disekap saat ini. Kulihat pepohonan rimbun mengelilingiku. Aku terduduk di atas tanah basah yang dipenuhi dedaunan dan ranting patah dengan langit hitam legam yang menjadi atapnya. Ini hutan, aku sedang berada di tengah hutan. Tak luput dari pandanganku sekelompok lelaki yang sedang memandangiku dengan pandangan mereka yang menjijikkan. Kuyakin mereka adalah sekelompok perampok.
Pandanganku terpusat pada api unggun yang membara di hadapanku. Andai saja aku bisa membuat api itu mengamuk agar aku dapat kesempatan untuk bisa melarikan diri dari mereka, tapi kenyataannya adalah kekuatanku tidak mau keluar. Entah apa yang telah mereka perbuat kepadaku sebelumnya, hingga kini aku tidak bisa menggunakan sihirku sama sekali.
Tiba-tiba, seorang lelaki bertubuh besar berjalan menghampiriku. Jantungku berdegup sangat kencang seiring langkah yang ia buat untuk memperpendek jaraknya denganku. Aku beringsut mundur, tanpa sedetikpun mengalihkan pandanganku darinya. Aku harus tetap waspada.
Lelaki besar itu tertawa, “Ada apa gadis kecil? Kau takut?” tanyanya dengan mulut yang menyeringai lebar.
Kedua alisku terpaut, aku tidak akan menunjukkan kelemahanku padanya. Sebisa mungkin, aku tidak boleh terlihat takut di hadapannya. Disaat kubuka mulutku hendak untuk meneriakinya, lagi-lagi suaraku tidak mau keluar.
Sebuah tawa menggelegar mengisi kesunyian malam itu. “Loh? Kemana suaramu yang galak itu, gadis kecil?” Seseorang yang sedari tadi berjongkok di belakangku itu bertanya sambil terkekeh. Ia rupanya orang yang menarikku tadi. Tubuhnya yang kurus tersembunyi di balik pakaiannya yang lusuh. Bau alkohol yang menyengat tercium dari hembusan napasnya saat ia mencoba mendekatkan wajahnya kepadaku. Kurasakan tangannya yang kotor itu mencoba membelai wajahku dengan tidak sopan. Sekali lagi, aku hanya bisa menjerit dalam diam.
“Ayolah, sudah tenang saja. Kami tidak akan menyakitimu. Jangan takut seperti itu,” ujar lelaki bertubuh besar itu lagi. Kali ini, jaraknya hanya beberapa inci dari tempatku.
“Kami akan pelan-pelan,” timpal perampok yang lainnya, diikuti gelak tawa dari seluruh anggotanya.
Badanku semakin bergetar hebat, air mataku mengalir tanpa bisa kucegah. Saat ini, yang bisa kulakukan hanyalah berdoa, berharap ada seseorang yang bersedia menolongku dan membebaskanku.
“Emily,” sebuah suara yang tidak asing terdengar samar di telingaku.
Aku menoleh, mencari arah suara yang kudengar tadi.
“Emily,” sahutan lirih itu terdengar lagi. Aku semakin panik dan frustasi mencari arah suara tersebut. Secercah harapan muncul di hatiku, mungkin saja orang itu akan membantuku.
“Hei! Berani-beraninya kau memalingkan wajahmu dari kami!” bentak perompak kurus itu seraya menjenggut rambutku membuat kulit kepalaku terasa sakit bukan main.Tiba-tiba, sebuah aura gelap kurasakan di sekitarku. Seolah merasakan hal yang sama, para perampok itu pun mendadak terdiam tak bersuara.
“Boss,” sahut salah satu anggota perampok itu kepada lelaki bertubuh besar tadi.
Lelaki besar yang ternyata pemimpin mereka itu lalu berbalik. Nampak, ia sedikit terkejut dengan apa yang baru saja dilihatnya. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa penasaranku, kujulurkan leherku untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Samar-samar, kulihat bayangan hitam yang cukup menyeramkan menyembul dari balik pundak ketua perampok tersebut. Apa itu?
Tak berlangsung lama, badan besar yang kurasa beratnya seperti setengah berat satu ekor sapi itu terpelanting ke tanah. Semua orang terkejut melihat apa yang baru saja terjadi. Sesekali, mereka mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang baru saja dilihatnya. Ini bukanlah ilusi. Kejadian barusan adalah hal yang nyata. Seorang bos yang mereka agung-agungkan selama ini kini tergeletak lemah tak berdaya di atas tanah. Kulihat, para perampok itu saling berpandangan sebelum akhirnya mereka sadar dengan situasi yang sedang mereka alami.Jika bos mereka saja bisa dengan mudah dikalahkan, bagaimana dengan nasib mereka yang hanya bisa membual? Tidak ingin terlibat bernasib sama, mereka pun segera lari tunggang langgang menjauh dari bayangan hitam itu. Namun sayang sekali, dewi fortuna tidak memihak mereka. Para perampok yang hendak melarikan diri tertarik kembali lalu terbanting ke tanah. Semua itu terjadi begitu cepat, sehingga banyak darah yang berceceran dimana-mana. Malam itu merupakan mimpi buruk bagi semua orang. Tentunya, aku.
Entah aku harus merasa lega karena para penculikku telah tewas atau malah lebih khawatir karena saat ini keadaanku bisa dibilang lebih terancam. Kini di depanku, ada makhluk yang siap membunuhku kapan saja.
Belum sempat aku memikirkan caranya untuk kabur, bayangan hitam itu melirik ke arahku. Bulu kudukku merinding ngeri, aura mencekam yang terpancar dari bayangan hitam itu begitu kuat sehingga aku pun sulit untuk menggerakkan badanku. Tapi entah mengapa, instingku mengatakan jika ia tidak berbahaya. Jutsru, aku malah ingin berlari dan memeluknya. Tangan kananku tiba-tiba terangkat berusaha untuk menggapainya, tepat disaat sebuah kapak meluncur dan menancap ke bagian belakang punggungnya.
Aku tersentak hingga tak sengaja berteriak, tanganku terkepal sangat kuat hingga buku-buku jariku memutih. Emosiku bergejolak hingga pipiku merah padam. Aku marah, sangat marah. Bisa kurasakan kekuatanku perlahan mulai bangkit kembali. Tali yang mengikatku hancur, menyisakan guratan kasar pada pergelangan tanganku. Aku hendak menghampiri bayangan hitam itu, namun suara yang lirih tadi kembali terdengar.
“Emily,” sahutnya. “Jangan kemari, pergilah.”
Aku mengenalinya. Aku tahu suara siapa itu! Tapi, dia dimana?
Bayangan hitam itu mengangkat sebelah tangannya ke arahku, samar-samar kulihat kabut yang menutupi wajahnya kian memudar. Sepasang bola mata berwarna zamrud indah menatap lurus ke dalam mataku. Hatiku mencelos saat menyadarinya. Aku mengenalinya! Benar-benar sangat mengenalinya! Mulutku menganga seolah tak percaya. Kukerjapkan mataku beberapa kali, berharap semua ini hanyalah khayalan. Namun, aku sadar jika ini adalah sebuah kenyataan.
“Pergi, jangan hiraukan aku,” ujarnya pelan. Tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan untuk berdiri tegak. Melihat hal itu, membuat air mataku lagi-lagi menetes. Kubiarkan kedua kakiku berlari secepat mungkin, berusaha menangkap tubuhnya sebelum ia terjatuh dan menghantam tanah.
“ALEX!”
KAMU SEDANG MEMBACA
EMILY
FantasyEmily, hanyalah gadis biasa yang ternyata ditakdirkan menjadi pendamping seseorang yang paling berkuasa atas tanah kerajaan Tuvania. Meskipun sempat menolak, tetapi kenyataan yang sudah tertulis dalam buku takdir tak akan pernah bisa diubahnya. Men...