Akhlak dan Aku

12 1 0
                                    


Halo #sahabatmakeitshine...

Pernahkah mendengar desas desus tentang seseorang yang sudah ngaji atau hobinya ikut kajian kesana kemari tapi akhlaknya terhadap orang lain kurang baik atau bahkan tidak baik?

Padahal idealnya, jika seseorang sudah ngaji atau rutin mengikuti kajian dengan serius, maka akhlaknya pun akan mulia karena seharusnya sudah terjadi internalisasi ilmu ke dalam jiwanya yang membentuk akhlak mulia. Dan lagi, seharusnya jika seseorang sudah ngaji, akhlaknya mencerminkan akhlak agamanya yang memberi kedamaian : Islam > salam > damai/kedamaian. Itu adalah tuntutan ideal dari sisi sosial yang terlihat oleh masyarakat [yang kemudian disebut sebagai moral dan etika]. Bila kita sadar akan sesuatu hal yang lain, lalu melihatnya dari sisi yang lain, sisi pribadi seseorang tersebut misalnya, maka akan ditemukan problematika kejiwaan seseorang yang sudah ngaji namun akhlaknya masih buruk itu karena terjadi kesulitan internalisasi ilmu ke dalam jiwanya. Barangkali dia masih perlu waktu untuk memahami ilmu yang telah ia dapat. Lantas jika sebabnya begitu apa ia patut disebut sebagai seseorang yang berakhlak buruk? 

Harus diingat #sobiku...

Bahwa semua manusia pada hakikatnya baik. Hal yang membuat ia baik atau buruk tergantung pada banyak hal. Salah duanya terkait kesadaran dirinya untuk menuntut ilmu dengan baik dan fokus serta memerhatikan lingkungannya. Barangkali terlihat akhlaknya buruk hanya pada momentum tertentu saja. Bahkan ketika kita melihat pada suatu momentum tertentu ia berakhlak buruk maka bisa jadi ia belum tahu seharusnya ia berakhlak seperti apa. Maka disitu tugas kita untuk memberitahunya atau menasehatinya secara face to face. Kenapa menasehati harus face to face? Karena jika menasehati seseorang dalam keadaan ramai [banyak orang], maka itu bukan menasehati tapi melecehkan/menurunkan derajat seseorang tersebut.

Lalu, apa akhlak itu?

Dalam (Bafadhal, 2017) Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yakni khuluq yang bermakna karakter atau perangai. Adapun dari referensi lain ditemukan bahwa akhlak berasal dari khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. (Habibah, 2015) Maka dapat disimpulkan bahwa kata akhlak berasal dari bahasa arab yakni khuluq –khuluqun yang bermakna karakter/perangai/tabiat/tingkah laku. Dalam kuliah Pendidikan Akhlak diperjelas bahwa akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai/kebiasaan. Perangai/kebiasaan tersebut terbentuk atas dasar rujukan Al-Qur'an dan Sunnah. Akhlak merupakan aktualisasi dari nilai yang telah dipahami, dihayati, diinternalisasi, diindividualisasi dan dikristalisasi pada perilaku yang telah menjadi habituasi. Dalam kuliah Hadis Akhlak, disebutkan bahwa pengertian akhlak adalah suatu kebiasaan yang dilakukan secara spontan/watak alami seseorang. Ibn Miskawih seorang pakar dalam bidang akhlak mengemukakan terkait pengertian akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan sebelumnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa akhlak merupakan suatu kebiasaan yang sifatnya alami/original. Jika seseorang berakhlak baik maka itulah alami/originalnya dia. Jika seseorang berakhlak buruk maka itupun alami/origininalnya dia.

Akhlak merupakan suatu hal yang sifatnya lahir serta menjadi ukuran keimanan seseorang. Dalam (Rahmat, 2020) disebutkan bahwa apabila aqidah merupakan dimensi Islam tentang keimanan [tauhid], syari'ah merupakan dimensi Islam tentang peribadahan [ibadah], maka akhlak merupakan dimensi Islam tentang perbuatan baik dan buruk [tabiat]. Jika diibaratkan dalam buah-buahan, maka ceritanya begini :

#sobiku sangat menyukai buah mangga. Kemudian #sobiku membeli bibit buah mangga dan menanamnya di kebun dekat rumahnya. Kemudian dari bibit itu muncul daun-daun. Setelah muncul daun-daun, keluarlah mangga yang manis atau mangga yang busuk. Manis atau busuknya mangga tersebut tergantung pada bibit yang ditanam dan daun yang dirawat #sobiku. Apabila bibitnya bagus dan daunnya dirawat dengan baik maka akan muncul buah mangga yang manis. Pun berlaku sebaliknya, maka buah mangga yang muncul adalah buah mangga yang busuk. Maka dalam kajian akhlak diibaratkan bahwa aqidah adalah akar/bibit buah mangga, syari'ah adalah daun-daun pohon mangga, maka akhlak adalah buah mangga itu sendiri. Jika aqidahnya mantap, syari'ahnya dilaksanakan/dirawat, maka akhlaknya mulia. Pun berlaku sebaliknya, maka akhlak yang terlihat adalah akhlak yang buruk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Akhlak dan AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang